Warta

Masdar: Tarekat Harus lebih Sentuh Aspek Kehidupan Sosial

Senin, 28 Maret 2005 | 06:54 WIB

Jakarta, NU Online
Untuk lebih memantapkan gerakannya, terekat harus menjadi gerakan spiritualitas tapi memberikan landasan kehidupan manusia yang lebih riil, karena itu harus lebih menyentuh aspek kehidupan sosial. Demikian pendapat Ketua PBNU Masdar F. Mas’udi tentang gerakan tarekat di NU yang saat ini sedang melaksanakan Muktamar yang ke X.

“Menurut saya, kalau tarekat bisa melakukan redefinisi dan reformasi dirinya bukan sekedar gerakan ritual atau paguyuban ritualistik, tarekat bisa memberi pemaknaan dirinya yang luar biasa, bukan hanya bagi NU tapi juga bangsa dan kemanusiaan. Ini merupakan tantangan besar, tapi saya tidak tahu apakah persoalan ini disadari dengan serius oleh mereka,” tandasnya kemarin.

<>

Saat ini memang sangat dibutuhkan adanya spiritualitas kehidupan karena tidak ada lagi visi yang mencerahkan, semua orang berfikir tentang kepentingan pribadi dalam jangka pendek sehingga dampaknya terjadi kerusakan bukan hanya dalam kehidupan manusia dan kehidupan sosial, tetepai juga kehidupan alam.

Direktur P3M tersebut kurang setuju dengan pendapat bahwa tarekat merupakan inti gerakan NU, bahkan lebih solid daripada pesantren. “Teorinya sih begitu, tapi sebenarnya tidak sepenuhnya benar kerena pendiri NU sendiri, KH Hasyim Asy’ari bukan orang tarekat bahkan sedikit kritis dan mengambil jarak dari tarekat. Itu kalau parameter ke-NU-an adalah apa yang difikirkan dan yang digagas oleh KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Hasbullah,” imbuhnya.

Ditambahkannya bahwa para pemimpin tarekat harus waspada terhadap upaya pendekatan dari para politisi untuk memanfaatkan mereka. “Paguyuban keagamaan yang cukup solid ya tarekat ini, kalau pemimpinnya bermaksud menjadikan alat politik ya langsung jadi, misalnya dengan hadirnya ribuan orang merupakan satu fenomena yang menggiurkan bagi mereka yang menjadi pemburu kekuasaan, misalnya sekarang ini dalam rangka pilkada, atau untuk mengantisipasi proses politik nasional,” tandasnya.

Menurut alumni IAIN Sunan Kalijaga ini, pada dasarnya para tokoh-tokoh politik pasti akan datang pada kerumunan sebagian besar orang untuk menebar simpati dan menanamkan pengaruhnya sehingga saat muslim panen politik tiba ya dipanen. “Politisasi pengaruh keagamaan kan terjadi di situ, ada seorang tokoh agama yang dikerumuni banyak orang, para tokoh politik pasti akan datang ke tokoh itu untuk menanamkan simpati atau pengaruhnya sehingga satu saat ada kunjungan politiknya,” tambahnya.(mkf)


Terkait