Warta

KH Hasyim Muzadi: operasi militer sulit dihindari

Senin, 28 April 2003 | 05:39 WIB

Jakarta. NU.Online. Menanggapi kian maraknya perseteruan antara GAM dengan Pemerintah RI, Hari ini (Senin, 28/4), Pemerintah akan membicarakan langkah mengenai penyelesaian konflik di Aceh,  pasca pembatalan pertemuan Dewan Bersama (Joint Council/JC) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dalam Sidang Kabinet yang dipimpin oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

Seperti diketahui, Pemerintah membatalkan pertemuan JC yang tadinya akan dilangsungkan tanggal 25-26 April di Jenewa Swiss, karena pihak GAM meminta pertemuan tersebut diundur menjadi tanggal 27 April.  Hal itu dianggap Pemerintah telah mempermainkan Indonesia yang telah mengalah dengan menyetujui tempat penyelenggaraan JC di Jenewa. Sebelumnya, Pemerintah mengusulkan agar pertemuaan itu diselenggarakan di Indonesia.

<>

Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan, Minggu (27/4), telah menyiapkan sejumlah opsi dan langkah dalam menghadapi persoalan Aceh. 

Dalam Sidang Kabinet tersebut, lanjut Yudhoyono, Presiden diharapkan dapat memilih opsi yang telah diolah dan disiapkan untuk diimplementasikan. Namun Yudhoyono tidak dapat menyebutkan secara rinci langkah tersebut.

Menurutnya, dalam Sidang Kabinet itu, ada dua hal yang akan dibahas yaitu pertama, bagaimana kelanjutan dari penyelesaian masalah Aceh secara damai sesuai CoHa atau Kesepakatan Penghentian Permusuhan antara RI dengan GAM. Kedua adalah solusi menyeluruh terhadap permasalahan Aceh dengan perkembangan situasi mutakhir.

Sementara itu, dua anggota kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dikabarkan tewas saat kontak senjata dengan personel TNI di Desa Ulee Jalan, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam. Keduanya adalah Abu Bakar dan Junaidi Harun. Mereka ditembak di kawasan Perumahan Bank Duta. Insiden itu terjadi saat anggota GAM tengah memeras. Namun, Juru Bicara Wilayah Passe Tengku Jamaika menolak kedua korban disebut sebagai pemeras. Dia cuma mengakui bahwa Abu Bakar dan Junaidi Harun adalah anggota GAM.

Suasana terakhir di Aceh memang terus berkecamuk belakangan ini. Saat warga berharap konflik di Serambi Mekah bisa diselesaikan dengan damai, insiden demi insiden meruyak. Pemerintah pun melontarkan ide buat menggelar operasi militer di Aceh. DPRD NAD masih berharap penyelesaian kasus Aceh bisa dilakukan secara damai tanpa jatuhnya korban sipil.

Ketua DPRD Aceh Teungku Muhammad Yus mengatakan bahwa sejauh ini, pihaknya dengan seluruh jajaran pemerintah daerah tingkat II di NAD sudah berusaha mencari solusi agar masalah Aceh diselesaikan secara “win-win solution”. Kalaupun operasi militer jadi digelar, dia berharap, tidak memakan korban jiwa dari sipil.

Ahad (27/4) kemarin situasi Kota Banda Aceh berjalan normal. Semua warga nampak menjalankan aktivitas seperti biasa. Yang terlihat beda hanyalah peningkatan mobilisasi personel TNI/Polri. Mereka tampak meningkatkan penjagaan di sejumlah sudut kota.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, menegaskan, jika Gerakan Aceh Merdeka (GAM)terus mengangkat senjata, tidak ada jalan lain harus dilawan dengan senjata pula. “Penyelesaian Aceh terserah GAM. Kalau GAM mau berunding dapat perundingan, sebaliknya kalau GAM mengangkat senjata, dia akan mendapatkan senjata. Artinya operasi militer tidak bias dihindari,” ujarnya saat jumpa pers di Gedung PBNU, Jakarta, Ahad (27/4) kemarin.

Dalam pandangan KH Hasyim Muzadi, operasi militer (OM) dilakukan demi menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Operasi militer sah jika untuk menyelamatkan NKRI,” tandasnya.

Diingatkan, OM akan berisiko menimbulkan korban. Karena itu, hendaknya jadi pilihan terakhir, yakni situasinya sudah gawat di mana jika tidak diselamatkan Aceh akan lepas. “Yang berwenang menentukan titik krusial itu adalah presiden,” kata pengasuh Pesantren Mahasiswa Al Hikam Malang ini.

Untuk itu KH Hasyim mengimbau Presiden agar bersikap tegas dan mengambil keputusan yang jelas. Menurutnya, jika presiden ragu-ragu kemungkinan Aceh lepas seperti Timor-timur, akan lebih besar karena GAM akan semakin besar dan kuat. Namun, KH Hasyim menyadari, sebagaimana elemen bangsa lain, PB NU hanya bisa memberikan masukan, sementara keputusan tetap di tangan presiden. Soal penentangan sejumlah kalangan pada OM, KH Hasyim mengatakan, di negara demokrasi setiap orang berhak berbicara sepanjang sesuai ketentuan.

Diingatkannya, jika operasi militer dilakukan maka kemungkinan korban jatuh bukan hanya di pihak GAM dan masyarakat Aceh tapi juga di pihak TNI/Polri karena GAM juga bersenjata. “Apa pun yang diperbincangkan orang, harus tetap ada pihak yang memutuskan, yakni penerima mandat politik dari rakyat,” katanya.

Selain itu, bila OM dilaksanakan, sebaiknya dis


Terkait