Warta

Kawin Siri Terancam Masuk Penjara

Jumat, 12 Februari 2010 | 12:06 WIB

Jakarta, NU Online
Upaya pemerintah untuk memberi perlindungan yang lebih maksimal kepada warga negara dalam aspek keluarga kini diupayakan melalui draf Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2010.

Terdapat beberapa aspek penting mengenai kehidupan perkawinan yang diatur, diantaranya larangan melakukan perkawinan siri, perkawinan mut’ah, perkawinan kedua, ketiga, dan keempat, serta perceraian yang tanpa dilakukan di muka pengadilan, melakukan perzinahan dan menolak bertanggung jawab, serta menikahkan atau menjadi wali nikah padahal sebetulnya tidak berhak.<>

Mereka yang terbukti melakukan pelanggaran akan terkena ancaman hukuman pidana antara enam bulan sampai tiga tahun serta denda dengan nilai 6 juga hingga 12 juta.

Rais syuriyah PBNU KH Hafidz Utsman mengatakan draft ini harus dikaji lebih jauh oleh para ulama mengingat implikasi yang nanti ditimbulkan dalam masyarakat. Sejauh ini, ia berpendapat, belum ada taklim, yaitu apakah norma agama bisa dimasukkan dalam hukum positif atau dalam bahasa lain, hukum positif mengadopsi norma agama.

“Pada tataran praktis, norma hukum agama juga harus mendapat perlindungan dari pemerintah, disini kita harus bertemu para pemikir ini, tidak hanya melihat satu sisi,” katanya kepada NU Online, Jum’at (12/2).

Dicontohkannya, definisi mengenai pengertian nikah siri seperti apa, yang tetap memakai wali dan saksi serta disepakati keluarga yang secara agama sah dan bagaimana kaitannya dengan hukum positif.

Ia menyatakan sepakat terhadap upaya pemerintah untuk meningkatkan perlindungan hukum, terutama terhadap perempuan yang selama ini sering menjadi obyek, karena permasalahan ini juga memiliki akibat yang berkelanjutan, yaitu ketika sudah ada anak yang dihasilkan dari perkawinan.

Terkait pandangan bahwa aturan pelarangan nikah siri ini akan menghalangi orang untuk beribadah mengingat nikah merupakan bagian dari ibadah, ia berpendapat ibadah juga harus menghasilkan kemaslahatan dan tidak menimbulkan kerugian bagi fihak lain.

“Nikah itu ibadah, ibadah itu untuk kebaikan, apa bisa ibadah membikin orang susah tidak juga, semuanya harus mendapat perlindungan. Laki-laki yang tidak bisa menunaikan kewajibannya sebagai suami bahkan haram menikah,” imbuhnya.

Namun pada intinya, hukum yang dibuat harus menghasilkan kemaslahatan dan agama juga menjamin kemaslahatan sehingga pengertiannya jangan direduksi atas nama agama, padahal menimbulkan kerugian. (mkf)


Terkait