Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH.Hasyim Muzadi, menyatakan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengusut dan menjelaskan secara tuntas tentang kasus Worldhelp kepada masyarakat. Karena jika hal ini tidak segera dihentikan sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa dan masyarakat Indonesia.
"Isu WorldHelp yang sekarang sedang ramai itu harus di selidiki aparat kepolisian. PBNU sendiri meskipun belum mengetahui kebenaran informasi tersebut, tapi kita menentangnya karena tidak sesuai dengan ajaran Nasrani itu sendiri, bertentangan dengan kemanusiaan bahkan bertentangan dengan hukum adopsi internasional," katanya dalam jumpa pers di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (20/1).
<>Tampak hadir Ketua umum PGI, Pendeta Andreas Yewangoe, Romo Darma Atmadja, Sekretaris Eksekutif KWI, Romo Beny Susetyo. Hadir pula perwakilan dari Muhammadiyah dan beberapa pengurus harian KWI dan PGI.
Menurut Hasyim, persoalan apakah betul sudah ada anak NAD yang diadopsi apalagi sudah ada yang dibawa ke luar negeri harus dijawab oleh aparat Kepolisian RI dengan membentuk sebuah tim investigasi untuk menelusuri kebenaran informasi tersebut dan segera menyampaikan hasil temuan mereka kepada masyarakat sehingga tidak semakin simpang siur.
Dikatakan, adanya isu-isu yang dapat merugikan tali silaturahmi masyarakat khususnya keutuhan bangsa Indonesia karena pemerintah membiarkan persoalan ini berlarut-larut menunjukkan pemerintah masih sangat lemah melakukan koordinasi di lapangan menyangkut penanganan korban gempa dan tsunami di NAD.
"Jika kasus tersebut ada, itu bukan urusan antara Islam dengan Kristen tapi soal pelanggaran hukum adopsi internasional. Dan pendekatannya harus melalui hukum yang berlaku di Indonesia, karena jika dibiarkan akan melahirkan keresahan baru," tandas mantan Cawapres PDIP ini.
Dalam kesempatan itu, Ketua KWI Darmaatmadja, mengatakan apa yang telah dilakukan oleh KWI semata-mata memberikan bantuan terhadap korban bencana tsunami di Aceh atas nama kemanusiaan. Oleh karena itu, seluruh bantuan tidak memiliki embel-embel apapun. KWI juga, katanya tidak memiliki kaitan apapun dengan WorldHelp.
Dia mencontohkan, keuskupan Medan, Sumetera Utara telah membentuk kelompok kerja untuk membantu Aceh. “Mereka menggunakan nama kelompok bantuan kemanusiaan, “ tegas dia.
Menurutnya, bantuan yang manusiawi untuk anak-anak Aceh harus ditujukan melalui pembangunan tempat dimana mereka merasa dekat dengan daerahnya. “Kalau tidak itu kurang manusiawi, “ katanya. Dia menilai, pesantren sebagai tempat yang layak untuk itu. Selain itu, lanjut dia, di sekitar penampungan anak-anak itu juga harus dibuatkan tempat untuk orang tua yang memiliki relasi dengan mereka. Sehingga, “Mereka (anak-anak) tidak merasa sendiri, “ katanya.
Dia mengaku, beberapa hari lalu KWI, PGI, NU dan Muhammadiyah telah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) untuk membantu korban Aceh. Pokja ini, kata dia, telah melakukan pembicaran tentang rehabilitasi beberapa pesantren dan madrasah untuk menampung anak Aceh.
Sementara itu, Andreas menyayangkan pemberitaan Washington Post minggu lalu yang menyatakan sekitar 300 anak Aceh siap diterbangkan ke Jakarta dan di tampung oleh sebuah yayasan kristen, Worldhelp. “PGI tidak punya kaitan apapun, “ tegas Andreas. Menurutnya, jika pemberitaan tersebut sungguh terjadi, maka harus dilakukan pengusutan tuntas oleh pihak kepolisian. Namun, jika tidak “Harus ada klarifikasi, “ kata dia.
Dia menambahkan, adopsi anak-anak muslim di Aceh bertentangan dengan prinsip kristiani. PGI telah mengeluarkan kebijakan bahwa seluruh bantuan kemanusiaan ke Aceh harus melalui organisasi islam yang resmi yaitu NU dan Muhammadiyah. Dia mengharapkan, melalui klarifikasi dari PGI dan KWI, isu adopsi oleh Worldhelp ini dapat terhapus. Sehingga tidak mengaburkan permasalahan besar yang sesungguhnya.
Andreas mengaku, saat ini PGI telah menjalin kerjasama dengan Action By Church Together (ACT) sebuah konsorsium gereja Eropa dan Amerika pemberi bantuan bencana alam untuk memperoleh bantuan ke Aceh. Selain itu, juga dilakukan kerjasama dengan Church World Service (CWS).
Terkait soal bantuan Aceh Hasyim juga menambahkan Dia menjelaskan, khusus untuk Aceh, NU telah menyiapkan sekitar 500 orang ustadz. “Kita akan kirimkan sekitar 30-50 orang setiap minggu, “ kata Hasyim. Keberadaan ustadz ini bertugas membantu pendidikan anak dan menurunkan tingkat stress korban. Menurutnya, pendekatan spiritual cukup efektif untuk menurunkan trauma masyarakat Aceh, disamping upaya para psikiater.
Saat ini, lanjut dia, pesantren di Aceh telah menampung sekitar 846 orang anak dari kapasitas 2250 anak. “Dalam waktu dekat akan penuh, “ ucap Hasyim. Hasyim m