Warta

Hasyim Muzadi: Indonesia Merupakan Target Radikalisme

Senin, 29 September 2003 | 03:56 WIB

Jakarta, NU Online
Dalam kunjungannya ke Wina Austria, KH Hasyim Muzadi, mengatakan bahwa Indonesia justru merupakan target radikalisme yang mendapat peluang dengan memanfaatkan ketidakstabilan politik dan keamanan menyusul terjadinya reformasi.

Siaran pers Kedutaan Besar RI di Wina, Austria, menyebutkan, Hasyim Muzadi mengemukakan bahwa Indonesia bukan pusat radikalisme seperti yang dibayangkan publik opini Barat.

<>

"Tindakan radikalisme di Indonesia baru terjadi 1999, saat jaringan terorisme maupun Islam radikal mendapat peluang menjadikan Indonesia sebagai target aksinya," katanya.

Hasyim Muzadi mengemukakan hal itu dalam acara tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Wina, Sabtu malam (27/9). Ketua PB NU yang akrab dipanggil Cak Hasyim itu tiba di Wina, Jumat, dan akan melakukan kunjungan safari selama beberapa hari di Austria.

Menurut Hasyim, pada era Orde Baru kelompok-kelompok radikalisme di Indonesia tidak dibiarkan berkembang sehingga mencari negara-negara lain yang bisa memberikan keleluasaan.

Namun manakala negara-negara lain memperketat pengawasan terhadap kelompok radikal, di Indonesia sedang mengalami proses transisi yang ditandai lemahnya institusi di bidang politik dan keamanan.

"Hal ini membuka peluang bagi hadirnya penganut Islam radikal untuk menjalankan aksinya di Indonesia," ujarnya.

Sementara itu, Dubes RI di Wina TA Samodra Sriwidjaja menyatakan kehadiran KH Muzadi di Austria dapat memberi kontribusi bagi upaya bangsa Indonesia untuk menampilkan citra dan potret bangsa yang sebenarnya cinta damai dan anti kekerasan.

Berkaitan dengan hal tersebut, NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, yang dikenal membawa kemajuan dan ketenteraman kepada anggotanya, dapat dijadikan contoh bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Austria.

Dubes Sriwidjaja mengharapkan agar pertemuan dan ceramah Hasyim Muzadi selama di Austria, akan membuka mata publik Austria agar menempatkan permasalahan terorisme dalam proporsi yang sebenarnya serta menyodorkan konsep mengatasi radikalisme dengan pendekatan akulturasi ketimbang peperangan.(mkf)


Terkait