Karakter Nahdlatul Ulama (NU) yang moderat, tidak menginginkan formalisasi agama dan bisa menerima keberagaman di satu sisi sangat disenangi oleh berbagai pihak, terutama oleh kalangan negara-negara Barat. Namun di sisi lain, karakter NU itu justru memunculkan ketakutan berbagai pihak jika menjadi kekuatan politik.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi, selain beberapa karakter NU itu, ada tiga hal lagi yang menyebabkan banyak pihak takut dengan kekuatan NU, yakni faktor jumlah warga NU yang besar, faktor ketaatan warga terhadap para tokoh NU yang disegani, dan faktor kemampuan NU beradaptasi dengan berbagai perubahan.<>
Hal itu menjelma menjadi semacam NU-fobia atau ketakutan yang berlebihan terhadap NU jika menjadi kekuatan politik yang besar dan berpengaruh baik dalam skala nasional dan internasional.
”Banyak yang takut dengan karakter seperti itu NU bisa menjadi kekuatan politik yang besar, karena peluang untuk menjadi besar itu ada,” kata Hasyim kepada NU Online di sela persiapan peresmian Masjid Al Hikam II, di Komplek Pondok Pesantren Al Hikam II, Depok, Jum’at (10/7).
Menurutnya, peristiwa kembalinya NU ke Khittah 1926 dengan tidak lagi menjadi organisasi politik pada tahun 1984 sebenarnya adalah pertemuan dua kepentingan yang berbeda, yakni kepentingan NU dan kepentingan di luar NU.
Kepentingan NU adalah untuk melepaskan diri dari jeratan politik pemerintah. ”Waktu itu NU sudah risih berada di PPP,” katanya. ”Sementara kepentingan luar ingin NU ini supaya steril dari politik,” tambahnya.
Tidak cukup dengan NU. Menurut Hasyim, NU juga tidak boleh mempunyai partai politik yang sehat, meski ia berada di luar struktur NU. Semua partai politik berbasis NU akan diganggu oleh pihak-pihak tertentu.
”Nah ketepatan banyak orang NU menikmati itu. Di PKB banyak yang justru senang ketika Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) tidak lagi memimpin. Meskipun jadi partai kecil yang penting dirinya yang memimpin. Jadi beberapa orang justru menikmati kehancuran,” katanya.
”Ketika ada partai NU yang besar dipimpin Gus Dur maka partai ini direcoki berbagai lalat yang tidak sehat. Itu sebetulnya dalam rangka tidak boleh ada kekuatan politik yang sehat yang mampu menyatukan aspirasi warga NU,” pungkasnya. (nam)