Dialog Pondok Pesantren se-Jawa Timur diadakan di pondok pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar, Sabtu (11/9) kemarin. Acara ini sejatinya diadakan pada tanggal 21 Juni, namun baru dilaksanakan kemarin agar tidak terganggu oleh suasana Pemilihan Presiden.
Acara ini dibuka oleh Kakanwil Departemen Agama Jawa Timur H Imam Haromain Asyhari dan sempat dihadiri pula oleh wakil gubernur Jawa timur H Saifullah Yusuf. Peserta acara ini adalah para ustadz muda delegasi dari 150 pondok pesantren baik dari sekitar Jombang maupun daerah lain di Jawa Timur.<>
Kontributor NU Online Wahhib Putra Pamungkas melaporkan, acara dialog pesantren se-Jawa Timur itu dibagi ke dalam dua sesi dengan tema yang berbeda.
Sesi pertama yang mengambil tema “Sertifikasi Dan Kualifikasi Guru Madrasah Diniyah.” Forum dialog menyoroti peran pemerintah yang terhadap Madrasah Diniyah terutama yang berbasis dari pesantren-pesantren kecil.
Para delegasi pesantren mendesak pemerintah bisa lebih memperhatikan keberadaan pondok-pondok pesantren dengan Madrasah Diniyahnya.
Sementara dialog sesi kedua yang dilaksanakan pada malam hari mengambil tema “Peran Strategis Pesantren Dalam Menghadapi Penetrasi Aliran Dari Luar Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja)”.
Ada empat narasumber yang menjadi pembicara dalam sesi dialog kali ini. Dua narasumber pertama adalah peneliti gerakan Islam radikal dari Jakarta yakni Kholid Syaerozi dan Syihabuddin.
Pembicara lainnya adalah pengurus LTN-NU Jawa Timur Ustadz Muhammad Idrus Ramli dan bertindak sebagai pembicara terakhir yaitu mantan ketua RMI dan pengasuh Pondok Pesantren Aziziyah KH Aziz Masyhuri.
KH Aziz Masyhuri dalam kesempatan itu mengingatkan pentingnya pendidikan Aswaja sejak dini. Pendidikan merupakan salah satu strategi bagi pesantren untuk membekali para santri sekaligus menjawab tantangan dari luar yang semakin ketat.
Kiai Aziz menyatakan, pesantren dan NU tidak cukup hanya mengkritik keberadaan faham di luar Aswaja, namun juga harus melakukan introspeksi terkait pengajaran Aswaja di lingkungan pesantren dan madrasah.
"Kita tidak cukup mengkritik saja, tapi juga harus melakukan introspeksi diri.
Sudahkah ada penelitian tentang efektifitas pengajaran Aswaja di lingkungan kita ini?" katanya.
Selain itu ia mengajak warga NU khususnya yang di pesantren untuk terus mengejar ketertinggalan zaman, sebab semestinya peran umat Islam adalah ‘mengawal zaman’. (yus)