Jakarta, NU Online
Masalah kependudukan masih menghantui sebagian besar negara dengan mayoritas penduduk muslim. Mereka masih menghadapi persoalan tentang pertumbuhan penduduk, kualitas SDM, kemiskinan, peranan perempuan, urbanisasi dan lainnya.
Beberapa hal tersebut merupakan tema yang dibahas dalam International Ulama Conference on Population and Development yang dilaksanakan di Islamabad Pakistan pada 4 – 6 Mei 2005. Ikut dalam konferensi tersebut HM Rozy Munir dari Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) yang juga merupakan Ketua PBNU.
<>Kepada NU Online (11/5), mantan Menteri BUMN tersebut menjelaskan bahwa konferensi ini membahas isu-isu strategis dalam upaya meningkatkan peran ulama dalam dalam menghadapi masalah population and development dengan mengadaptasi norma-norma agama dan keluarga.
Berbeda dengan Indonesia yang sudah cukup sukses mengatasi berbagai masalah kependudukan, banyak negara Muslim seperti Pakistan dan Afganistan dan lainnya masih mengalami kesulitan. Pakistan yang ingin menurunkan pertumbuhan penduduknya dari 1.7 persen menjadi 1.4 persen per tahun mengalami kendala teknis dalam operasionalnya. Masalah KB masih menjadi perdebatan yang lumayan seru dalam masyarakat.
Dosen UI tersebut menjelaskan bahwa tiap negara memiliki kebijakan berbeda dalam mengatasi masalah kependudukan. Dicontohkannya bahwa di Tunisia, aborsi dilegalkan bagi pasangan suami istri setelah anak ke tiga dengan syarat kandungan tidak lebih dari tiga bulan dan dilakukan oleh ahlinya.
Konferensi ini juga mereview kembali dengan meneguhkan kembali komitmen baik prinsip maupun program aksi dari konferensi pembangunan dan kependudukan di Kairo Mesir pada 1994 dengan mendorong kembali dan mengefektifkan cepatnya laju pertumbuhan penduduk dalam konteks kekinian. Semua program ini dikaitkan dengan nilai-nilai Islam sebagai agama damai, penuh toleransi yang berlaku sepanjang masa.
“Peserta sepakat untuk memperkuat kemitraan antara negera peserta dengan menukar pengalaman masalah penduduk dan pembangunan di negara masing-masing,” tandasnya.
Presiden Pakistan Pervez Musharraf dalam sambutan jamuan makan dikediamannya mengungkapkan bahwa OKI perlu melakukan restrukturisasi dengan memasukkan masalah kependudukan pada struktur organisasinya.
Dalam hal ini diperlukan adanya departemen pembaharuan pemikiran Islam untuk mengingatkan bahwa kita menghadapi globalisasi dengan tetap mempertahankan nilai Islam. Selain itu juga diperlukan adanya department perempuan untuk peningkatan pemberdayaan mereka.
Musharraf juga mengungkapkan bahwa seluruh GDP negara Muslim digabungkan, masih kalang dengan GDP Negara-negara maju atau negera industri, padahal banyak negara muslim memiliki banyak sumber daya alam yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi.
Konferensi ini menghasilkan Islamabad Declaration on Population and Development yang isinya antara lain menegaskan pentingnya Qur’an dan Sunnah sebagai petunjuk, termasuk dalam masalah populasi dan pembangunan, upaya penurunan tingkat kelahiran, peningkatan kualitas hidup, peningkatan peranan wanita dan lainnya.
Konferensi yang ditempatkan di Jinnah Convention Centre ini diikuti oleh 21 negera muslim seperti Pakistan, Indonesia, Mesir, Malaysia, Tunisia Marokko Syiria, Libanon, Aljazair. Dari Negara baru bekas Uni Sovyet adalah Uzbekistan, Azarbaijan, Tadzikistan, Kirgistan, dan lainnya. China yang memiliki 20 juta jiwa muslim juga dilibatkan sebagai peserta.
Dari Indonesia hadir 3 orang yang terdiri dari HM Rozy Munir yang mewakili Ikatan Peminat Ahli Demografi Indonesia (IPADI) tapi juga sebagai ketua PBNU, Tarmizi Taher rektor Universitas Az Zahra, dan Thoha Muhaimin dari FKM UI yang sekaligus sebagai pimpinan Majelis Kesehatan Muhammadiyah.
Sehabis acara, rombongan dari Indonesia sempat dijamu oleh Dubes RI di Pakistan Anwar Santoso dan berdialog dengan masyarakat Indonesia di sana.(mkf)