Opini

Strategi Baru Bush di Irak

Rabu, 17 Januari 2007 | 02:08 WIB

Oleh Hendrajit*
Tadinya banyak kalangan yang berharap Presiden George W. Bush akan mengoreksi kebijakan strategisnya di Irak menyusul tumbangnya Presiden Saddam Husein. Misalnya saja, menarik mundur pasukan Amerika dalam skala besar dari Irak.

Tapi pada kenyataannya, Bush justru memutuskan untuk mengirim lebih banyak lagi tentaranya ke Irak, kabarnya akan mencapai 21.500 personil militer. 4000 marinir ke Provinsi Ak-anbar dan 17.5000 ke Baghdad. Gilanya lagi, strategi baru Bush untuk Irak ternyata memakan biaya yang tidak kecil, sekitar Rp 6,8 miliar.

<>

Namun seperti kritik banyak kalangan, termasuk di Amerika sendiri, strategi baru Bush tersebut justru akan semakin mempertajam eskalasi konflik antar berbagai kelompok Islam di Irak. Yang pada perkembangannya, akan meningkatkan berbagai konflik bersenjata antar kelompok Sunni dan Syiah yang kebetulan berkuasa di Irak. Sehingga, konflik bersenjata tersebut akan jadi lahan subur bagi munculnya aksi terorisme dan pembunuhan-pembunuhan bermotif politik.

Marilah kita kilas balik sejenak betapa sejak pasukan Amerika Serikat menduduki Irak menyusulnya tumbungnya Saddam Husein, situasi keamanan nasional Irak ternyata justru semakin rawan. Dan umumnya merupakan aksi terorisme dengan modus peledakan bom, pembunuhan dengan cara penyerangan bersenjata secara mendadak, dan penculikan.

Sekitar Juni 2006, misalnya, masyarakat Irak tiba-tiba dikejutkan dengan berita meledaknya sebuah bom di sebuah pasar di sebelah selatan Baghdad, dan menewaskan 22 orang. Masih pada bulan yang sama, seorang tentara Amerika tewas setelah diserang secara mendadak.

Dalam kasus penculikan, lebih aneh lagi. Karena melibatkan seorang diplomat Rusia sebagai korban. Sementara keempat staf kedutaaan Rusia lainnya, diculik oleh sekelompok orang bersenjata. Ini terjadi di kota Baghdad. Kali aksi terorisme tersebut menggunakan modus penyerangan secara mendadak ketika kendaraan yang ditumpanginya diserang saat perjalanan menuju kawasan belanja di Distrik Masnour, sebelah barat kota Baghdad. 

Herannya lagi, sejak Bush berniat untuk melancarkan serangan bersenjata ke Irak untuk menggusur Saddam Husein, semua orang tahu bahwa Rusia termasuk salah satu negara besar yang menentang keras invasi Amerika ke Irak. Bahkan Rusia sama sekali tidak mengirim personil militernya ke Irak. Dan tetap mempertahankan kedutaannya di Baghdad.

Sedemikian misteriusnya aksi kekerasan bersenjata yang memakan korban para diplomat Rusia tersebut, sehingga Presiden Rusia Vladimir Putin merasa perlu untuk memerintahkan pasukan khusus memburu dan menghancurkan mereka yang yang berada di belakang pembunuhan satu orang diplomat Rusia dan empat pegawai kedubes Rusia di Irak yang diduga keras sudah tewas ketika mereka disandera oleh sekelompok orang bersenjata, karena adanya sebuah tayangan rekaman di internet yang memperlihatkan pembunuhan terhadap mereka.

Namun itu baru sebagian dari cerita yang kebetulan melibatkan para diplomat Asing yang sebenarnya masuk kategori negara sahabat bagi Irak baik di masa Saddam Husein maupun bagi rejim baru saat ini di bawah pemerintahan Perdana Menteri Nuri al-Maliki yang berhaluan Islam Syiah.

Berkaitan dengan konflik laten antara Sunni dan Syiah juga tidak kalah mencemaskan. Masih di sekitar bulan Juni 2006 lalu, penasehat keamanan nasional Irak mengatakan pihak berwajib telah menangkap seorang tersangka utama dalam pemboman sebuah masjid suci Syiah. Salah seorang tersangka yang berhasil ditangkap bernama Abu Qudama, kabarnya ada kaitannya dengan Al-Qaeda. Namun pemimpin komplotan tersebut yang bernama Haitha al-Badri masih dalam pengejaran.

Untungnya, kelompok Syiah yang saat ini mengendalikan kekuasaan politik di Irak, tidak terpancing untuk membalas rentetan aksi terror yang dikesankan dimotori oleh kelompok-kelompok Islam berhaluan sunni. 

Pada bagian lain, masih terkait dengan Al Qaeda, kelompok pemberontak yang menamakan dirinya Shura Mujahidin, mengaku merekalah yang telah membunuh keempat pegawai kedubes Rusia di Irak tersebut. Anehnya lagi, alasan mereka membunuh sama sekali tidak mencerminkan motif-motif ideologis. Kata mereka, para staf kedubes Rusia tersebut dibunuh karena tindakan Rusia yang semena-mena. Tapi tidak ada keterangan jelas apa yang dimaksud dengan tindakan semena-mene tersebut.

Karena dalam setiap aksi bersenjata baik itu berupa pemboman tempat-tempat umum maupun masjid, selalu dikaitkan dengan Al-Qaeda, tentunya ini jadi tanda Tanya besar. Siapa aktor intelektual di balik semua kejadian ini? Sebab, mengklaim ini semua ulah Al-Qaeda, sama


Terkait