Tiba-tiba penulis terpana pada polling di NU Online tentang wacana adanya wakil ketua umum PBNU pada muktamar ke 32 di Makasar mendatang. Memang ada alasan khusus pentingnya penambahan wakil ketua umum PBNU pada struktur jajaran tanfidziyah.
Tentunya bukan karena kepentingan penempatan dan penghargaan kepada senior yang tidak mungkin bersaing untuk menjabat ketum, atau bukan karena kasihan atas jasa-jasanya selama ini. Bukan pula karena struktur wakil rais aam terdapat pada jajaran syuriah jadi supaya ada kemiripan. Namun lebih berdasarkan kebutuhan organisasi yang semakin berkembang pesat.<>
Jika tugas ketum untuk melaksanakan kebijakan syuriah dan mengurus urusan umum ke luar yang sifatnya lebih politis, maka wakil ketua umum bertugas mengkoordinasi urusan ke dalam yang lebih bersifat menangani teknis managemen organisasi. Wakil ketua umum seperti halnya general manager, lebih tertumpu pada span of control organisasi dan pengawasan tugas teknis para ketua, yang sering terjadi overlapping dalam pelaksanaan tugas di lapangan, bahkan sering terjadi konflik kepentingan dan tumpang tindih karena bidang tugas ada di daerah kelabu.
Pernah terjadi kekisruhan kewenangan tugas dalam organisasi. Misalnya waktu ketua umum mencalonkan diri sebagai wakil presiden dalam salah satu pemilu, dia harus non aktif, anehnya penggantinya sebagai care taker bukan dari jajaran ketua tanfidziyah yang jumlahnya cukup banyak itu tetapi diambil dari salah satu personalia syuriah PBNU. Mungkin akan lain kalau ada wakil ketua umumnya.
Dalam keadaan globalisasi seperti ini, dalam keadaan banyak tantangan gerakan paham Islam yang tidak lagi ramah, sejuk dan damai sulit mencari sosok manusia yang serba super atau all round untuk jabatan ketua umum. Yaitu yang punya pengetahuan agama yang tinggi sekaligus ahli dalam bidang managemen. Karena itu jika ada posisi ketua umum dan wakilnya, dapat dibagi spesifikasi tugas dan wewenangnya.
Pernah terjadi pada puluhan periode muktamar yang lalu, karena ketua umum tidak sangat ahli dalam pengetahuan agama, maka ketua yang ahli bidang tersebut membentenginya. Toh yang memberi arahan garis besar haluan keagamaan dan kendali ada pada rais Aam, wakil Rais Aam dan jajarannya.
Memunculkan adanya wakil ketua umum ini memang tidak mudah karena sudah menjadi "kebiasaan tanpa wakil" selama ini. Namun jika ingin memajukan organisasi NU yang lebih baik, sebaiknya segera disusun dalam materi organisasi muktamar, mensosialisasikan pada seluruh jajaran pengurus NU di pusat maupun pengurus wilayah dan cabang akan pentingnya keberadaan wakil ketua umum.
* Ketua PBNU, Dubes RI di Doha-Qatar