Opini

Hijrah sebagai Dasar Penetapan Tahun Islam

Sabtu, 20 Januari 2007 | 06:39 WIB

Oleh Ahmad Ghazalie Masroeri
Ketua Lajnah Falakiyah PBNU

Tujuh belas tahun sudah berlalu peristiwa Hijrah itu terjadi. Dalam pada itu kepemimpinan Khalifah Umar bin Al-Khatthab telah berjalan empat tahun. Muncul problem dalam sistem dokumentasi dan administrasi negara tanpa tanggal, sebagaimana dilaporkan oleh staf beliau dan nota dari Musa Al-Asy’ari, Gubernur Mesir. Hal ini ternyata menimbulkan kesulitan yang serius. Musyawarah antar sahabat segera diselenggarakan untuk mendiskusikan sistem perhitungan Tahun Islam.

<>Berbagai usulan mencuat. Di antaranya ada usul agar sistem perhitungan Tahun Islam didasarkan pada kelahiran Nabi SAW. Usul lain agar didasarkan pada turunnya wahyu pertama. Usul yang lain lagi agar didasarkan pada Tahun Kemenangan Perang Badar. Dan masih ada usul yang lainnya. Berbagai argumentasi merebak. Namun kata sepakat belum dicapai. Tampillah Khalifah Umar bin Al-Khatthab menyampaikan gagasannya dan kemudian diterima secara bulat oleh peserta musyawarah. Umar bin Al-Khatthab mengeluarkan keputusan tentang perhitungan Tahun Islam didasarkan pada peristiwa Hijrah. Tepatnya pada waktu dideklarasikan, Tahun Islam telah berusia tujuh belas tahun, jatuh pada tanggal 8 Rabiul Awal bertepatan dengan 639 M. Menurut penelitian, awal dari tahun itu jatuh pada hari Kamis.

Keputusan Umar bin Al-Khatthob itu mempunyai alasan yang sangat mendasar dan pandangan yang visioner. Hijrah adalah bentuk perjuangan multidimensional yang sangat bersejarah, berwawasan jauh ke depan bagi kemajuan Islam. Hijrah adalah tonggak sejarah yang perlu diabadikan oleh generasi berikutnya dalam bentuk perjuangan, sejalan dengan nilai Hijrah itu.

Dari dimensi aqidah, Hijrah adalah bentuk perjuangan yang tangguh, progresif dan heroik dengan pengorbanan yang total, dan jihad melawan kekufuran dan usaha pemurtadan dari kaum jahiliyah musyrikin Quraisy untuk tetap mempertahankan keimanan dan keleluasan beribadah semata-mata mencari rahmat Allah SWT. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-baqarah [2]: 218). Hijrah telah memenangkan iman dan menghancurkan kekufuran dan kemusyrikan.   

Dari dimensi politik dan hukum, Hijrah adalah bentuk perjuangan membebaskan diri dari cengkeraman politik jahiliyah kaum musyrikin Quraisy yang melanggar HAM. Hijrah telah mewujudkan tatanan masyarakat yang menghargai persamaan hak, menjamin kebebasan dan kemajemukan, menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tatanan masyarakat yang demokratis. “Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui,” (QS. An-Nahl [16]: 41)

Dari dimensi ekonomi, Hijrah adalah bentuk perjuangan melawan dominasi ekonomi yang tidak adil dan mencari solusi atas embargo ekonomi yang kejam yang dilancarkan oleh kaum jahiliyah musyrikin Quraisy terhadap kaum Muslimin. Dengan Hijrah ini terwujudlah tatanan ekonomi yang adil dan berkecukupan. “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. An- nisa’ [4]: 100)

Dari dimensi sosial budaya, Hijrah adalah bentuk perjuangan memberantas penyakit sosial jahiliyah, seperti judi, miras, pelecehan terhadap perempuan, dan retaknya hubungan persaudaraan. Dan perjuangan membela kaum dluafa, fakir, miskin akibat tekanan dan pengasingan terus-menerus dari kaum jahiliyah musyrikin Quraisy terhadap umat Islam. Dengan Hijrah, maka terwujudlah rehabilitasi sosial. “(Juga) bagi para fuqoro’ yang berhijrah, yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridlaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar,” (QS. Al-Hasyr [59]: 8)

Dari dimensi kesetaraan gender, Hijrah adalah bentuk perjuangan mengangkat tinggi martabat perempuan. Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan Firman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu


Terkait