Opini

Dalam Bencana Ada Isyarat Tuhan

Kamis, 31 Maret 2005 | 10:31 WIB

Oleh: *Udin Safrudin, SS

Beberapa bencana terjadi kerap melanda bangsa Indonesia. Terjadi di daerah yang mungkin banyak orang shaleh atau mungkin dekat tempat maksiat. Waktunya kadang siang hari juga pada tengah malam hari. Menimpa orang kecil, besar, awam, pintar, dan bangsawan sekalipun.

<>

Sadar atau tidak, kita ikut prihatin atas beberapa musibah yang menimpa bangsa ini sambil berucap Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberi ketabahan dan hidayah atas musibah ini.

Barangkali musibah terjadi karena kehendak alam (kata sebagian orang), karena kehendak Tuhan, atau mungkin karena kejahatan manusia (kalau merasa sadar),  sebagaimana dalam ajaran Islam, Allah SWT berfirman: “Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena ulah tangan manusia”. Allah tidak menimpakan kehancuran di muka bumi karena tidak ada reaksi positif dan produktif setelah disampaikannya nasihat-nasihat agama dan peringatan oleh para ulama. Bahkan boleh jadi karena tidak munculnya keadilan dari semua pihak di tengah kehidupan  bermasyarakat, berbangsa dan bernergara.

Dan terbukti para da’i, rohaniawan, pendeta, pastor telah banyak menyampaikan pesan moral dan beberapa nasihat dari agamanya masing-masing. Para aparat berusaha keras melalui kemampuan, tenaga, fikiran dan waktunya menindak para pelaku kejahatan. Tapi pelaku kejahatan pun belum kapok dan menambah kejahatannya dengan menyogok, yang disogok (disuap: Red.) pun menerimanya karena tidak kuat oleh godaan.

Orang besar melakukan kejahatan, orang kecil pun ikut melakukannya. Orang pintar merasa bersih atau shaleh saat memberikan nasihatnya. Di saat diberi kesempatan untuk melakukan kebersihan sosial. Ternyata keshalihannya tidak terbukti, tidak seshalih saat dia menjadi penceramah atau orator. Orang bodoh jadi ikut-ikutan dan menyontohnya, bagaikan peribahasa guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

Mungkin dunia ini mirip permainan di suatu lapangan. Pemain saat bermain di arena dengan penuh kesungguhan, kejujuran dan mendapat kemenangan, tidak didukung oleh para penonton, malah sebaliknya, penonton keluar gengsinya. Coba kalau saya pemainnya, bias lebih baik dari itu. Bila pemain itu melakukan kesalahan, bukannya dikasih nasihat atau solusi, malah dicacih dan dimaki. Tapi giliran penonton tersebut turun ke lapangan, ternyata sorak-soraknya saat dia jadi penonton tidak terbukti. Bahkan lebih jelek dari pemain sebelumnya. Dan bila dia melakukan kesalahan, kesalahannya disebabkan oleh faktor waktu dan milik atau kesalahannya tidak seberat dari yang sebelumnya.

Akhirnya pemain tersebut saling menghina, mencaci dan terjadilah kerusuhan saling lempar, adu otot yang tidak jelas ke mana arah keributan tersebut. Sehingga arena permainan pun mengalami kerusakan yang cukup besar untuk membenahinya, dan barulah mereka sadar akan kesalahan masing-masing.

Kehancuran yang terjadi sekarang, mungkin mirip permainan tersebut.

Satu di antara beberapa musibah yang terjadi, mungkin ada isyarat Tuhan yakni bencana yang terjadi pada malam hari. Ditimpanya musibah di saat malam yang gelap gulita dan sunyi, mungkin hati manusia banyak yang mati, kalaupun hidup hatinya lupa, terlalu sibuk oleh gemerlapnya dunia dan kepentingan hawa nafsunya.

Malam hari lambang ketenangan, yang seharusnya digunakan oleh manusia untuk bertafakur, sejauhmana keshalehannya kepada Tuhan, kepada diri sendiri dan orang lain, termasuk kepada lingkungan. Apakah sudah melakukan pemeliharaan, kebaikan, kemakmuran, atau sebaliknya melakukan kehancuran.

Mungkin jawabannya belum. Tapi kalau sudah, mengapa bencana kerap melanda terus. Kalau jawabannya lain (mungkin karena kehendak Tuhan). Ini akan berhadapan dengan nikmat Kasih Sayang Tuhan kepada makhluk sekalian alam.  Tuhan tidak akan dan tidak mau menyiksa hambanya kalau tidak ada sebab.

Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan hidayah kepada kita, dan memberikan kekuatan kepada kita agar melakukan introspeksi diri, perbaikan dan keshalihan di muka bumi ini, demi mendapatkan kehidupan yang bahagia, damai dan sejahtera, amiin.

* Penulis adalah Staf Bidang TU PWNU Jawa Barat


 


Terkait