Opini

Belajar Ber-NU ala Kiai Masbuhin Faqih

Ahad, 3 Februari 2019 | 11:30 WIB

Belajar Ber-NU ala Kiai Masbuhin Faqih

KH Masbuhin Faqih (kanan) bersama KH Miftahul Achyar (kiri)

Oleh Abdul Rouf Hanif

KH Masbuhin Faqih merupakan salah satu kiai kharismatik di Jawa Timur. Pengasuh Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin tersebut merupakan sosok kiai yang masyhur dengan laku tawadhu-nya. Saya bersyukur dapat menimba ilmu secara langsung kepada beliau serta mencecap keberkahan ilmu di pesantren yang didoakan oleh Almaghfurlah Kiai Utsman Al-Ishaqi sebagai sumbernya orang yang shalih.

Di usianya yang semakin uzur tak mengurangi semangatnya sedikit pun untuk istiqomah mengajar ngaji pada santri-santri beliau yang jumlahnya ribuan. Santri-santri beliau pun tersebar di seantero Indonesia. Ragam profesi dari Pejabat negara, petani, guru, pengusaha dll semuanya ada, namun satu hal yang sama yakni semuanya menjadi warga Nahdliyin baik struktural maupun kultural. Beliau selalu mewanti-wanti pada para santri dan alumni agar jangan sampai meninggalkan ajaran Ahlussunnah wal jama'ah An-nahdliyah. Sebab aqidah merupakan sumber keselamatan duniawi dan ukhrowi.

Ketakdiman beliau pada guru-gurunya begitu luar biasa yang menjadikan santrinya sangat ta'dim pada beliau.Diceritakan semasa beliau nyantri di Langitan, tak pernah sekalipun berani lewat di depan rumah kiai Abdul Hadi Zahid sebagai wujud ta'dzim pada kiai. Sampai hari ini pun, jika haul masayikh, Langitan beliau tak pernah mau duduk di panggung sebagai tamu agung. Beliau selalu memilih duduk di bawah bersama para santri dan alumni yang lain.

Khidmatnya pada kiai dan habaib juga luar biasa, beliau selalu meletakkan akhlaqul karimah lebih tinggi derajatnya ketimbang ilmu pengetahuan. Saat Yaman dilanda konflik, Habib Baharun selaku rektor menawarkan pada pesantren di Indonesia yang siap menampung mahasiswa universitas Al-Ahqof untuk dipindahkan belajar di pesantrennya. Sang Kiai dengan senang hati bersedia menampung dan menerima tawaran dari Habib Baharun. Sungguh kecintaannya pada ahlul bait begitu luar biasa, terlebih negara Yaman merupakan negara para wali sembilan yang jasanya dalam islamisasi dan meletakkan pondasi Aswaja di nusantara sangat besar.

Kini di usia ke-71, beliau masih dengan ikhlas berkhidmat pada Nahdlatul Ulama dengan menjadi syuriah PCNU Kabupaten Gresik. Kecintaannya pada Ahlussunnah sebagai akidah dan Nahdlatul Ulama sebagai jamiyah tidak bisa diragukan lagi.

Pada satu kesempatan saat saya sowan, beliau berpesan, "Jangan Sampai meninggalkan Ahlussunnah wal jamaah, bila ingin dikumpulkan denganku dan para ulama di akhirat kelak." Pesan tersebut yang membuat saya dan keluarga sampai hari ini tetap bangga dan berkhidmat pada Nahdlatul Ulama. Sebab NU bagi saya bukan sekedar akidah, manhaj, tarekat dan siyasah  melainkan wasilah gandolan  kepada para alim ulama, para sahabat hingga rasulullah Saw.

Seperti halnya Sang Kiai yang selalu takdim dan menurut pada guru-gurunya, demi amanah Maha Guru saya berikrar hingga anak cucu akan setia berkhidmat di Nahdlatul Ulama baik secara jamaah maupun jamiyah. Selamat harlah NU, 93 tahun mengabdi untuk agama dan bangsa.

Tabik.

Penulis adalah Ketua Lakpesdam PCNU Tanggamus, Lampung.


Terkait