Nikah/Keluarga

Talak Melalui WhatsApp, Apakah Suami-Istri Otomatis Bercerai?

Selasa, 24 Juni 2025 | 19:00 WIB

Talak Melalui WhatsApp, Apakah Suami-Istri Otomatis Bercerai?

Ilustrasi talak lewat WhatsApp. Sumber: Canva/NU Online.

Hubungan pernikahan tidak selalu berjalan mulus. Ketika dinamika rumah tangga menemui jalan buntu, suami dan istri yang telah lama berpisah rumah sering kali kehilangan harapan untuk melanjutkan kehidupan bersama. Dalam situasi seperti ini, tidak jarang suami menjatuhkan talak kepada istrinya melalui chat di aplikasi komunikasi seperti Whatsapp. Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai hal ini?


Dalam fiqih, talak dibagi menjadi dua kategori: sharih (tegas) dan kinayah (samar). Untuk talak kategori kinayah, keabsahan talak bergantung pada niat dari suami. Jika suami bermaksud untuk menjatuhkan talak saat mengucapkan atau menuliskan kata-kata kinayah, maka talak dianggap sah. Sebaliknya, jika tidak ada niat talak, maka tidak terjadi talak.


Imam Al-Malibari menjelaskan:


وَيَقَعُ بِكِنَايَةٍ وَهِيَ مَا يَحْتَمِلُ الطَّلَاقَ وَغَيْرَهُ. إِنْ كَانَتْ مَعَ نِيَّةٍ لِإِيقَاعِ الطَّلَاقِ


Artinya, "Talak dapat terjadi dengan kinayah, yaitu lafaz yang mengandung kemungkinan talak atau makna lain, jika disertai niat untuk menjatuhkan talak." (Zainuddin al-Malibari, Fathul Muʿin bi Syarh Qurratil ʿAin bi Muhimmatid Din, [Beirut, Dar Ibn Hazm: cet. pertama, tt], hal. 511).


Talak yang dilakukan melalui tulisan, termasuk media elektronik seperti Whatsapp, termasuk dalam kategori talak kinayah. Artinya, sebagaimana, dijelaskan di awal, keputusan apakah talak tersebut sah atau tidak, sepenuhnya bergantung pada niat suami ketika menuliskan pesan tersebut. Jika ia menulis dengan maksud untuk menjatuhkan talak, maka talak dianggap sah. Sebaliknya, jika tidak, maka tidak terjadi talak.


Imam As-Suyuthi menjelaskan:


وَلَوْ كَتَبَ الطَّلَاقَ، فَهُوَ كِنَايَةٌ، فَلَوْ كَتَبَ كِنَايَةً مِنْ كِنَايَاتِهِ، فَكَمَا لَوْ كَتَبَ الصَّرِيحَ، فَهَذَا كِنَايَةٌ عَنْ الْكِنَايَةِ


Artinya, "Jika seseorang menulis lafaz talak, itu dianggap kinayah. Jika ia menulis salah satu kinayah talak, maka itu seperti menulis lafaz talak secara sharih (jelas). Oleh karena itu, hal tersebut adalah kinayah dari kinayah." (Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Asybah wan Nazhair fi Qawaid wa Furuʿ Fiqh asy-Syafiʿiyah, [Beirut, Dar al-Kutub al-ʿIlmiyyah: cet. pertama, 1403 H/1983 M], hal. 295).


Status kinayah pada tulisan didasarkan pada sudut pandang bahwa tulisan tidak selalu mencerminkan niat untuk mewujudkan apa yang ditulis. Dalam konteks tertentu, sangat mungkin seorang suami dapat menulis kata-kata talak dengan maksud yang sama sekali tidak terkait dengan pernikahan. Sebagai contoh, dalam konteks masa lalu, seseorang mungkin menulis kata-kata talak hanya untuk menguji pena yang ia gunakan.


Imam Asy-Syairazi menjelaskan:


إِذَا كَتَبَ طَلَاقَ امْرَأَتِهِ بِلَفْظٍ صَرِيحٍ وَلَمْ يَنْوِ: لَمْ يَقَعِ الطَّلَاقُ؛ لِأَنَّ الْكِتَابَةَ تَحْتَمِلُ إِيقَاعَ الطَّلَاقِ، وَتَحْتَمِلُ امْتِحَانَ الْخَطِّ، فَلَمْ يَقَعِ الطَّلَاقُ بِمُجَرَّدِهَا.


Artinya, "Jika seseorang menulis lafaz talak istrinya secara sharih (jelas) tanpa disertai niat, maka talak tidak jatuh. Sebab, tulisan itu mengandung kemungkinan menjatuhkan talak atau hanya sekadar menguji tulisan, sehingga talak tidak terjadi hanya karena tulisan itu." (Abu Ishaq asy-Syairazi, Al-Muhadzdzab fi Fiqhil Imam asy-Syafiʿi, [Beirut, Darul Kutub al-ʿIlmiyyah: tt] juz III, hal. 13).


Perspektif Hukum Positif

Jika merujuk pada hukum positif di Indonesia, talak melalui Whatsapp belum bisa dinyatakan sah. Karena, menurut peraturan yang berlaku, talak hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan.


Undang-Undang Perkawinan (UUP) Pasal 39 ayat (1) menyatakan: "Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan." Ketentuan ini dipertegas oleh Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menyebutkan: "Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129, 130, dan 131." Selain itu, disebutkan pula bahwa pengadilan memiliki wewenang untuk mengabulkan atau menolak permohonan talak, dan terhadap keputusan tersebut dapat dimintai upaya hukum banding maupun kasasi.


Terdapat perbedaan antara hukum positif dengan prinsip talak dalam mazhab empat (mazahib arba'ah), yang menetapkan bahwa talak cukup dengan ucapan suami tanpa memerlukan persetujuan pengadilan. Salah satu pakar hukum Islam yang mengkritik keras gagasan talak berada di tangan hakim adalah Prof. Dr. Wahbah Zuhaili. Beliau menjelaskan:


وَلَيْسَتِ الدَّعْوَةُ الْمُعَاصِرَةُ إِلَى جَعْلِ الطَّلَاقِ بِيَدِ الْقَاضِي ذَاتَ فَائِدَةٍ؛ لِمُصَادَمَةِ الْمُقَرَّرِ شَرْعًا، وَلِأَنَّ الرَّجُلَ يَعْتَقِدُ دِيَانَةً أَنَّ الْحَقَّ لَهُ، فَإِذَا أَوْقَعَ الطَّلَاقَ، حَدَثَتِ الْحُرْمَةُ دُونَ انْتِظَارِ حُكْمِ الْقَاضِي


Artinya, "Seruan di masa kini agar menjadikan talak di tangan hakim tidaklah bermanfaat karena bertentangan dengan ketentuan syar’i. Selain itu, para suami telah meyakini secara aturan agama bahwa hak talak ada pada dirinya. Oleh sebab itu, jika ia menjatuhkan talak, keharaman (hubungan) terjadi tanpa menunggu keputusan hakim." (Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, [Damaskus, Dar al-Fikr: cet. IV, tt], juz IX, hal. 6878)


Kritik Syekh Wahbah di atas mencerminkan kehati-hatian terhadap kewenangan suami dalam menjatuhkan talak, karena dalam syariat, talak yang diucapkan tetap dianggap sah meskipun tanpa melalui pengadilan. Namun, perlu dipahami bahwa di Indonesia, keputusan hukum mengenai talak sepenuhnya berada dalam wewenang hakim Pengadilan Agama.


Walhasil, talak melalui WhatsApp termasuk dalam kategori talak kinayah, yakni pernyataan cerai yang disampaikan secara tidak langsung. Keabsahannya bergantung sepenuhnya pada niat suami saat menulis pesan tersebut. Status kinayah ini tidak hanya berlaku bagi suami yang bisu, tetapi juga bagi siapa pun, baik mampu berbicara maupun tidak. Di sisi lain, menurut hukum positif di Indonesia, talak harus diucapkan di hadapan pengadilan, sehingga talak melalui WhatsApp tidak dianggap sah secara hukum. Kendati demikian, demi kehati-hatian, sebaiknya para suami tidak sembarangan menjatuhkan talak. Wallahu a‘lam.


Ustadz Maimun Nafis, Pengajar di Pondok Pesantren Darul Istiqamah, Batuan, Sumenep.