Jakarta, NU Online
Terminologi ‘jihad’ kerap disalahpahami oleh sebagian kelompok Islam dengan melakukan aksi penyerangan dan bahkan aksi bom bunuh diri yang menewaskan banyak orang tidak berdosa. Di Indonesia jihad pernah digelorakan, namun untuk melawan kolonialisme.<>
Sejarawan Zainul Milal Bizawie menyampaikan hal itu dalam diskusi dan bedah buku “Al Qaeda: Kajian Sosial Politik, Ideologi dan Sepak Terjangnya” karya Wakil Ketua Umum PBNU H As’ad Said Ali di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (25/1) siang.
"Jihad di Indonesia pada masa kemerdekaan adalah untuk melawan penjajah, bukan melawan orang kafir atau nonmuslim," kata penulis buku "Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad, Garda Depan Menegakkan Indonesia" itu.
Di Indonesia oleh beberapa kalangan yang mempunyai jaringan internasional, pemaknaan jihad sudah mulai digeser. Sebagian kelompok mulai mengingkari perjuangan dan jihad yang telah dilakukan oleh para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kata Milal.
Sementara itu, dosen Fakultas Syariah UIN Jakarta Rumadi Ahmad mengatakan, ada sikap panik sebagian masyarakat dan aparat keamanan menghadapi terorisme. Padahal jumlah teroris sedikit.
"Jangan dianggap dukungan mereka bersifat strategis, tapi simbolik aja. Jihad itu memang boleh dalam Islam. Nah, yang mengatakan begitu belum tentu jadi teroris," ujar Rumadi.
Peneliti senior The Wahid Institute ini menambahkan, gerakan teroris juga jangan dianggap gerakan tunggal, sebagaimana disebut juga oleh Asad Said Ali dalam bukunya. "Mereka punya faksi. Jadi, bukan sesuatu yang tunggal. Maka, harus dihadapi tenang dan jangan gegabah," tegasnya. (Musthofa Asrori/Anam)