Jakarta, NU Online
PBNU menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Menteri Keuangan, Menteri Koperasi dan UKM pada Kamis (23/2/2017) terkait penyaluran kredit ultramikro (sangat kecil) yang berjumlah Rp 1,5 triliun.
Setelah setahun meneken MoU, lalu bagaimana kabarnya?
Ketua PBNU Bidang Ekonomi H Eman Suryaman mengungkapkan bahwa PBNU belum mengambil program dari pemerintah yang akan digulirkan sejumlah Rp 1,5 triliun.
"Sampai hari ini PBNU belum mendapatkan bantuan program dari 1,5 trilliun," katanya kepada NU Online di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (7/3).
Ia mengemukakan dua alasan yang menyebabkan belum bisa mengambil program tersebut. Pertama, karena guliran dana itu tidak seperti yang diharapkan, yaitu suku bunga awal yang ditetapkan hanya 6 persen, tapi ternyata mencapai 12 persen.
"Itu baru di pemerintahnya, belum di koperasinya. Jadi akan diterima oleh masyarakat menjadi lebih besar lagi bunganya," ujarnya bernada kesal.
Hal itu tidak sesuai dengan regulasi dari pemerintah yang menyatakan bahwa bantuan pinjaman kredit itu bersifat lunak, tapi kenyataanya keras dan mencekik.
"Harusnya kalau lunak itu benar-benar lunak. (Bahkan) harusnya lebih murah daripada bank-bank resmi pemerintah atau swasta. Ini (malah) lebih tinggi," ujarnya.
(Baca: PBNU Dukung Pelaku Ekonomi Ultramikro)
Menurut pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat itu, regulasi suku bunga 6 persen harusnya tidak dinaikkaan agar dapat menolong masyarakat ekonomi ultramikro dan mikro.
"Supaya mereka bisa tumbuh berkembang dari ultramikro menjadi mikro dari mikro menjadi middle dari middle menjadi pengusaha maju.
Kedua, persyaratan-persyaratan dari pemerintah untuk pengajuan pinjaman seperti klasifikasi koperasi dan badan usahanya dinilai sangat sulit dipenuhi Nahdliyin.
"Sementara ini hanya untuk wadah digulirkan untuk pengusaha kecil, jadi betapa sulitnya," katanya.
Hal itu membuktikan persyaratan-persyaratan dari pemerintah belum selaras dengan keadaan masyarakat atau eksekutor yang ada di bawah. (Husni Sahal/Kendi Setiawan)