Nasional

Perang Bukan Tujuan Utama Dakwah Rasulullah

Rabu, 24 Oktober 2018 | 08:00 WIB

Jakarta, NU Online
Pembina Arus Informasi Santri (AIS) Banten M Hubab Nafi’ Nu’man Rohmatulloh mengatakan, Rasulullah merupakan orang yang  paling sukses mendakwahkan agama Allah dibandingkan nabi dan rasul sebelumnya. Hanya dalam kurun waktu 23 tahun, Rasulullah berhasil mengubah peradaban jahiliyah yang penuh dengan kemusyrikan dan kekufuran menjadi peradaban islamiyah.

Lalu apa apa sebetulnya strategi dan metode dakwah yang diterapkan Rasulullah sehingga sukses seperti itu?

Hubab menjelaskan, Rasulullah berdakwah dengan cara lemah lembut, tidak dengan ucapan dan sikap yang kasar dan keras. Sebagaimana diterangkan dalam Surat Ali Imran: 159, kalau seandainya Rasulullah berdakwah dengan keras maka orang kafir akan semakin menjauh.  

“Nabi Muhammad saw. itu sebelum hijrah ke Madinah dilarang untuk berjihad atau berperang dan diperintahkan agar beliau dan para pengikutnya bersabar atas penderitaan yang diterima dari orang-orang kafir,” kata Hubab sebagaimana diuraikan kitab Mughnil Muhtaj kepada NU Online, Rabu (24/10).

Setelah hijrah ke Madinah, imbuhnya, Rasulullah baru diperintahkan untuk berperang melawan orang-orang kafir. Meski demikian, Rasulullah dan kaum Muslim diperbolehkan berperang manakala orang-orang kafir yang menyerang terlebih dahulu. 
Menurut dia, Jihad atau perang itu bukan tujuan utama dan bukan pula jalan utama dalam Dakwah Nabi Muhammad saw., melainkan hanya perantara saja.

“Apabila mereka bisa mendapatkan hidayah dan mau mengucapkan dua kalimat syahadat dengan tanpa peperangan, tapi dengan mengemukakan argumen dalil-dalil agama Islam maka itulah yang lebih baik daripada jihad atau perang,” kata Kordinator PKPNU Provinsi Banten ini.

Tercatat, jumlah peperangan yang pernah diikuti Nabi Muhammad saw. adalah 27 perang, termasuk Perang Badar dan Perang Uhud. Dikutip dari buku Perang Muhammad: Kisah Perjuangan dan Pertempuran Rasulullah, ada tiga alasan Rasulullah berperang. Pertama, melayani serangan musuh seperti Perang Badar, Uhud, dan Khandak. 

Kedua, memberi pelajaran terhadap musuh yang mencari gara-gara atau mengkhianati perjanjian bersama. Seperti Perang Khaibar, Mu’tah, dan lainnya. Ketiga, menggagalkan rencana musuh yang mengancam kaum Muslim seperti Perang Tabuk. (Muchlishon)


Terkait