Nasional

Pendiri NU Membangun Generasi Cinta Tanah Air dan Intelektual

Senin, 5 November 2018 | 15:30 WIB

Jepara, NU Online
Perlu sejumlah cara untuk melahirkan generasi cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berkualitas, khususnya generasi NU dan generasi bangsa pada umumnya. Salah satunya perlu melihat kembali sejarah awal sebelum berdirinya NU, yang mendahulukan cinta tanah air dan intelektualitas.

Demikian disampaikan Wakil Katib Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Nasrulloh Afandi. Penegasan dikemukakan pada pelatihan yang diselenggarakan Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) bekerja sama dengan PC Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kabupaten Jepara, Kamis hingga Ahad (1-4/11) di Bangsri Jepara.

KH Abdul Wahab Hasbullah, tutur Gus Nasrul, sapaan akrabnya, sebagai sang inisiator berdirinya NU, sekembalinya menimba ilmu dari Makkah, pertama kali yang dididirikan tahun 1916 adalah gerakan bernama Nahdlatul Wathan atau kebangkitan tanah air. “Sebagai upaya menanamkan cinta tanah air kepada publik,” tutur doktor maqashid syariah Universitas al-Qurawiyin Maroko itu, Ahad (4/11).

“Hal itu sebagai bentuk ekspresi Mbah Wahab bahwa dalam membangun generasi bangsa yang harus mendahulukan cinta tanah air,” kata Pengurus Pusat Ikatan Sarjana NU (ISNU) itu.

Seiring waktu, kemudian Mbah Wahab, mendirikan forum bernama Tasywirul Afkar sebagai media pengembangan intelektualitas (1919). “Dua gerakan di atas tersebut yang merupakan cikal-bakal berdirinya NU organisasi terbesar di dunia,” tuturnya.

Dapat disimpulkan, bahwa cinta tanah air dan intelektualitas adalah dua pilar utama yang tidak bisa dipisahkan untuk membangun suatu bangsa dan Negara. “Karena generasi yang punya rasa cinta tanah Air, tapi jika tanpa intelektualitas, tentu kurang berperan,” ungkapnya.

Dirinya kemudian melihat fenomena mutaakhir ini.  “Antara lain risiko generasi tanpa intelektualitas memadai adalah mudah saling memaki , saling hujat, saling fitnah di media sosial,”  paparnya. Bahkan mungkin bisa terjebak oleh gerakan fundamentalis politisasi simbol agama atas nama bela negara, lanjutnya.

Begitu juga generasi muda yang punya bekal intelektualitas, tanpa didahului dengan cinta tanah air, maka akan mudah bergabung dengan terorisme. 

"Dua hal di atas merupakan pemikiran penting pendiri NU yang banyak dilupakan oleh publik,", pungkas alumnus Pesantren Lirboyo Kediri itu. (Ibnu Nawawi)


Terkait