Nasional

LBMNU Dorong Advokasi terhadap Korban Privatisasi Air

Kamis, 24 Maret 2016 | 16:00 WIB

Wakil Ketua Lembaga Bathsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), Abdul Moqsith Ghazali mendukung perjuangan masyarakat pesantren untuk menolak privatisasi air. Menurut Moqsith, hukum air ini telah lama dibahas dalam kajian fiqh pesantren dan sejumlah hadits, dan disepakati para ulama, bahwa akses terhadap air tidak boleh dimonopoli. Artinya, privatisasi air adalah haram hukumnya.

"Air adalah sesuatu yang sangat serius dalam Islam, karena kita tahu air adalah kebutuhan vital bagi manusia. Air, energi dan hutan atau padang rumput adalah tiga wasiat Rasulullah SAW. Dengan demikian tidak boleh dibiarkan ada seseorang atau sekelompok orang melakukan monopoli terhadap tiga hal ini," ungkapnya.

Begitu pentingnya air menurut Islam, kata Moqsith, kitab-kitab fiqih pesantren menempatkan air dalam pembahasan utama. Bab air dalam kitab fiqih selalu ditempatkan di bab pertama. Hal itu menunjukkan pentingnya air dalam kehidupan duniawi maupun dalam mendukung ibadah ukhrowi.

"Tegas dinyatakan di dalam kitab-kitab fiqih, negara harus memberi panduan bagi rakyatnya agar tidak terjadi monopoli satu pihak kepada pihak lain.  Begitu pentingnya air dalam islam, air menjadi pembahasan pertama di kitab fiqh," tandasnya.

Moqsit mengkritisi maraknya industrialiasi dan swastanisasi air yang membuat masyarakat kelas bawah kesulitan mengakses air. Karena industrialisasi menyebabkan air menjadi barang mahal. "Air yang sebelumnya bisa diakses secara murah, kini menjadi mahal. Karena industrialisasi. Ini saya kira harus disikapi oleh umat Islam secara serius, di mana pun," paparnya.
 
Berbagai kasus konflik sumber daya air yang terjadi di sejumlah daerah menurut Moqsith terjadi akibat pelanggaran konstitusi yang dilakukan sejumlah perusahaan. " Di Indonesia dalam konstitusi jelas dalam UUD bahwa bumi monopoli terhadap air  terhadap bumi terhadap kekayaan alam, jelas melanggar konstitusi. Karena air ketika diswastanisasi menjadi mahal, sehingga hanya bisa diakses oleh kaum elit," ujarnya.
 
Karena itu, Moqsit mendukung perjuangan masyarakat pesantren di Banten dan berbagai daerah lain yang berupaya menolak monopoli air. 

"Belakangan terjadi konflik mengenai sumberdaya air.  Ini saya kira negara harus turun tangan agar air menjadi hak publik menjadi murah harganya. Masyarakat pesantren, para kiai, politisi pesantren harus turun  tangan. Harus ada pendampingan terhadap masyarakat yang mengalami ketertindasan, mengalami kedzaliman dalam memperoleh akses terhadap air," tandasnya.
Moqsit juga mendorong penggunaan air secara efektif, agar air tidak dibuang secara percuma. "Soal air cukup lama menjadi perhatian masyarakat pesantren. Diedukasi dalam fiqih, harus digunakan secara baik, seefektif mungkin. Tidak boleh ada isyrof atau berlebihan dalam penggunaan air," imbuhnya. (Abdul Malik Mughni/Zunus)


Terkait