Bukittinggi, NU Online
Santri cerdas abad ke-21 menurut Wakil Sekretaris Lembaga Tamir Masjid (LTM) PBNU Ali Sobirin adalah santri yang mentradisikan belajar, berlatih, dan bergerak secara kolaboratif.
Hal itu diungkapkannya dalam Workshop "Pengembangan Bakat Minat Santri" di Bukittinggi, Sumatera Barat pada Selasa, (27/3).
“Tetapi jangan lupa, dalam mengkolaborasikan ketiga hal itu, yang paling penting adalah adanya tujuan yang jelas,” tuturnya di depan puluhan peserta workshop dari pimpinan pesantren.
Penulis buku Teknologi Ruh itu juga menekankan bahwa santri harus bisa keluar dari kebiasaan tanpa meninggalkan tradisi. Penekanan yang perlu dilakukan dalam mendidik santri menurutnya dari seberapa berani seorang ustaz atau guru itu bermimpi karena menurutnya santri akan mengikuti apa yang dicontohkan oleh ustaznya. Ia lalu menjabarkan strategi smart dalam mewujudkan kolaborasi yang sudah dijelaskan sebelumnya.
“Smart selain artinya pintar, juga akronim dari spesifik, membumi, aksesibilitas, realistis dan target waktu,” tambah alumni Pondok Pesantren Mahadut Tholabah Tegal itu.
Spesifik, lanjutnya, adalah kekhususan dalam merumuskan tujuan yang ingin diraih. Tujuan menurutnya harus secara khusus dan serinci mungkin. Ia menggambarkannya dengan keinginannya mempunyai mobil off road, bukan hanya mobil secara umum, tetapi sudah spesifik dari mulai jenis mobilnya, warna, bentuknya dan sebagainya.
Sedangkan membumi adalah bagaimana kelaziman keinginan itu diraih. Ketika memang tujuan itu masih melangit, menurutnya perlu membumikannya terlebih dahulu agar kita bisa kepada tahap selanjutnya yaitu aksesibilitas.
“Aksesibilitas adalah membangun jalan menuju yang diinginkan, kita harus tahu akses mau memiliki yayasan dalam 10 tahun ke depan atau memiliki tanah 10 hektar untuk memberdayakan santri itu aksesnya bagaimana,” tambahnya.
Selanjutnya realistis, yaitu hal yang menurutnya bisa dijangkau secara kasat mata.
“Terakhir adalah target waktu, dimana kita harus bisa menentukan berapa lama tujuan kita akan dicapai. Tentunya diimbangi dengan ridho Allah SWT,” pungkasnya.
Workshop yang diadakan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI pada (26-28/3) itu diikuti oleh 35 peserta yang terdiri dari berbagai latar belakang seperti pengurus, pembina, guru, kepala madrasah, dan staf tata usaha yang aktif baik di Madrasah Aliyah maupun Pondok Pesantren. (M. Ilhamul Qolbi/Muiz)