Jakarta, NU Online
Para ulama dan tokoh pendahulu telah menemukan titik temu untuk tidak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Alasannya karena Nabi Muhammad sendiri tidak pernah mendirikan negara Islam. Kemudian, tidak ada rujukan satu pun negara Islam yang mencontohkan kedamaian.
Demikian diungkapkan Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Musthofa Aqil Siroj saat tausiyah pada Peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad dengan tema ‘Kita Tingkatkan Jalinan Silaturahmi Untuk Memperteguh Kebinekaan dan Memperkuat Kesatuan Bangsa’, di Masjid Raya Jakarta Islamic Centre (JIC), Jalan Kramat Jaya, Jakarta Utara, Sabtu (14/4).
“Pertama, Nabi Muhammad itu tidak mendirikan negara Islam. Madinah, tidak dibuat sebagai negara Islam. Kedua, yang namanya khalifah (pemimpin Islam) yang mana? Suriah, Irak, atau Libya yang memakan banyak korban jiwa karena perang saudara? Atau, Arab Saudi yang sekarang sedang perang dengan Yaman,” ungkapnya.
Menurutnya, hal yang paling terpenting adalah rasa aman harus didahulukan sebelum keimanan. Kalau tidak aman, mustahil seseorang bisa beribadah dan melakukan aktivitas keagamaan yang lainnya.
“Al-aman qobla al-iman. Aman dulu baru iman,” katanya.
Ketua Umum PB Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) itu bercerita, suatu ketika ia ke Palestina dan menanyakan arah kiblat kepada warga setempat. Namun, jawaban yang diberikan sangat mencerminkan orang yang tidak paham.
“Buka saja jendelanya, kalau kelihatan masjid itu berarti kiblatnya,” kata Kiai Musthofa menirukan jawaban warga Palestina itu.
Dari jawaban itu, ia mengartikan bahwa orang Palestina tidak berpendidikan. Sebab, warga di sana selalu dihadapkan pada peperangan sejak tahun 1948 hingga sekarang belum selesai.
“Artinya, yang mereka tahu hanyalah perang, yang mereka tahu bapaknya terkena bom, anaknya diculik tentara, sehingga mereka sangat jarang sekali memperhatikan persoalan keagamaan, belajar agamanya kurang itu akibat perang,” tegasnya.
Pengasuh Pesantren Kempek Cirebon itu mengungkapkan, seandainya Indonesia menjadi negara Islam, pasti akan menjadi perang sesama saudara karena masing-masing golongan merasa memiliki hak dan kepantasan untuk didapuk sebagai khalifah.
“Kata orang NU, mereka berhak. karena punya warga atau pengikut yang sangat banyak di dunia. Bahkan di akhirat (karena masih sering dikirimkan doa wa ilaa arwahi...). Kemudian Muhammadiyah pun sama, mereka merasa berhak karena punya jama'ah yang tidak sedikit dan tersebar di berbagai kota, SDM lebih hebat. Kata Salafi-Wahabi, mereka bangga karena merasa paling islami. Nah, kalau begitu pasti perang dulu,” tuturnya.
Maka, lanjut Kiai Musthofa, untuk menciptakan sebuah negara perlu aman terlebih dulu baru kemudian aman. “al aman qobla al-iman,” pungkasnya. (Aru Elgete/Muiz)