Nasional

Humanitarian Islam Solusi Konkret Perkembangan Dunia Modern

Rabu, 11 September 2024 | 12:00 WIB

Humanitarian Islam Solusi Konkret Perkembangan Dunia Modern

Rektor UNS Prof Hartono Seminar Nasional Road to International Conference on Humanitarian Islam di Univesitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Rabu (11/9/2024). (Foto: TVNU/Miftahus Surur)

Surakarta, NU Online 

Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Hartono menyampaikan bahwa Humanitarian Islam atau Islam kemanusiaan bisa menjadi solusi konkret bagi perkembangan dunia modern.


Hal ini disampaikannya dalam Seminar Nasional Road to International Conference on Humanitarian Islam di Univesitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Rabu (11/9/2024).

ADVERTISEMENT BY OPTAD


“Seminar ini kesempatan bagi kita mendalami jauh bagaimana Islam dapat menjadi solusi konkret bagi perkembangan modern,” katanya. 


Topik Humanitarian Islam menjadi relevan mengingat tantangan global yang dihadapi saat ini seperti perang Rusia-Ukraina belum berakhir dan konflik Israel-Palestina yang meluas ke negara-negara Timur Tengah.


“Ketidakpastiaan ini mengancam dan menghantui dunia saat ini, ditambah persoalan ketidakadilan sosial dan berbagai krisis kemanusiaan yang muncul di berbagai belahan dunia,” ujarnya.


Hartono menjelaskan, konsep Humanitarian Islam  sudah dicetuskan sepuluh tahun lalu sebagai kelanjutan dalam konteks pemikiran dan gerakan NU. Konsep ini merupakan kelanjutan dan perkembangan dari gagasan pribumisasi Islam dan peradaban yang sejalan dengan konsep dasar Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Humanitarian Islam telah menekankan nilai-nilai utama terutama dalam Islam yang berlatar kasih sayang, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat manusia. Ini adalah refleksi peran agama dalam mendorong perdamaian, solidaritas dan kerjasama antar sesama. 


“Terlepas dari perbedaan agama, suku atau budaya seminar ini menjadi kesempatan baik dan emas bagi kita untuk mendalami lebih jauh Islam sebagai rahmatan lil alamin dapat memberikan solusi konkret terhadap berbagai tantangan kehidupan modern,” ungkapnya.


“Kami percaya bahwa diskusi seperti ini sangat berkontribusi pada upaya membangun masyarakat lebih adil damai sejahtera. Berpartisipasi aktif dan berharap diskusi nanti tidak hanya fokus pada teori dan riset tetapi mampu menghasilkan rekomendasi praktis,” imbuhnya.


Direktur Jenderal Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI Abdul Haris mengapresiasi seminar yang diselenggarakan PBNU bersama UNS. Menurutnya, inisiatif ini dapat meningkatkan peran Islam humanis dalam konstelasi politik global.


“Selamat dan sukses serta apresiasi atas terselenggaranya seminar nasional. Ini merupakan sebuah kehormatan bagi kami perguruan tinggi untuk dapat kolaboratif dalam inisiatif PBNU untuk meningkat peran Islam humanis dalam konstelasi politik global,” ujarnya.


Gejolak politik internasional dewasa ini mengantarkan pada berbagai  krisis kemanusiaan, koflik antar budaya, dan ketegangan politik global. Persoalan inflasi akibat perang Rusia-Ukraina dan genosida Israel di Palestina semakin membabibuta. 


“Hal ini mengingatkan kami pada tesis Samuel Huntington yang menyatakan bahwa setelah  berakhirnya perang dingin, konflik utama dunia tidak lagi bersifat ideologis atau ekonomi, melainkan benturan budaya dan peradaban, termasuk Islam dan Barat,” ucap Haris.


Globalisasi dan modernisasi akibat kemajuan teknologi rupanya  tidak menghapus identitas kultural, melainkan justru mendorong manusia membutuhkan identitas di tengah percaturan ideologi dunia. 


Teori ini, ungkap Haris, meskipun mendapat kritik dari Edward Said Huntington sebab terlalu simplistic dan menggunakan perspektif yang reduksiolis dalam memandang peradaban sehingga justru memperkuat narasi bahaya bagi hubungan internasional.


Noam Choamsky juga mengkritik karya tersebut sebagai pembenaran kebijakan agresif Amerika agresif terhadap dunia Islam. Namun, penting diakui bahwa persepsi Huntington telah  mempengaruhi  pandangan global terhadap Islam. 


“Umat Islam kita punya tanggung jawab moral dan intelektual Islam untuk merespon pandangan tersebut dengan menawarkan wajah Islam  yakni menjunjung tinggi kemanusiaan perdamaian dan keadilan,” tuturnya.


Hal ini diperkuat oleh data Global Terorisme Indeks, bahwa  sekitar 75 persen korban terorisme global berasal dari negara mayoritas Muslim. Data ini menunjukkan bahwa Islam sejatinya korban dari ekstremisme sehingga perlu mengembalikan Islam pada esensi kemanusiaan.


“Perguruan Tinggi sebagai rahim peradaban dan inkubasi lahirnya para pemikir memainkan peran penting dalam mengembangkan dan mendesiminasi konsep Islam kemanusiaan melalui kegiatan riset, dialog akademik, pengabdian masyarakat,” jelasnya.


Lebih jauh, potensi tersebut harus dimanfaatkan untuk menjawab tantangan zaman. Sebagaimana dalam buku Islam and Democracy After the Arab Spring karya Esposito John L dan John O. Voll Islam memberikan solusi atas perkembangan tantangan modern termasuk isu demokrasi, HAM dan pembangunan.


“Forum ini menjadi langkah awal untuk menuju forum akademik lainnya dan semoga menjadi gerakan global untuk menghadirkan Islam sebagai solusi kemanusiaan yang inklusif dan damai,” tandasnya.