Jakarta, NU Online
Amandemen UUD 1945 yang telah berlangsung selama 4 kali ternyata lepas kontrol dari cita-cita para pendiri bangsa karena hanya didominasi oleh partai politik dan tidak melibatkan kelompok masyarakat lain, termasuk Nahdlatul Ulama (NU). <>
Dampak buruk akibat kesalahan dalam amandemen ini terlihat dalam ketatanegaraan, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Melihat kondisi seperti ini, NU mendukung upaya amandemen kelima untuk memperbaiki berbagai kesalahan terdahulu.
Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Sekjen PBNU H Abdul Mu’im DZ dalam seminar DPD-PBNU yang digelar di gedung PBNU, Rabu (14/11).
Keterlibatan NU dalam proses kebangsaan ini tak lepas dari proses kesejarahan. NU telah terlibat sejak awal dalam perjuangan dan desain negara Indonesia. KH Wahid Hasyim, salah satu anggota panitia tim sembilan, ikut merumuskan Piagam Jakarta yang menjiwai UUD 1945. Wahid Hasyim juga mendiskusikan konsep negara Indonesia dengan para kiai. Diantara masukan yang diterima adalah penambahan kata-kata “Atas berkat dan rahmat Allah yang maha kuasa” di alinea ke tiga pembukaan UUD 1945 yang merupakan usulan Kiai Mursyid dari Madiun yang akhirnya menjadi korban kekejaman PKI tahun 1948.
Selanjutnya, NU juga terlihat dalam penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam berbangsa dan bernegara. Penerimaan NU ini turut membantu agama lain dalam menerima Pancasila.
“Gerakan kita sekarang, tak lepas dari proses kenegaraan. NU ingin negara yang merdeka dan berdaulat,” paparnya.
Menurut Mun’im, beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam proses amandemen kelima diantaranya adalah kemerdekaan dan kedaulatan, prinsip keadilan, tolong royong, serta mempertimbangkan tradisi.
“Kalau tidak ada prinsip keadilan, bisa bubar negara ini, banyak daerah yang minta merdeka kalau tidak ada keadilan,” tandasnya.
Prinsip gotong royong juga harus dihidupkan kembali, yang saat ini sudah luntur dan diganti dengan prinsip persaingan besar. Akhirnya banyak orang kaya, tetapi dissi lain, banyak orang yang tetap miskin.
Ia juga berharap agar amanden dilakukan dengan cerman dan hati-hati dengan mempertimbangkan implikasi jangka panjang. Ia mencontohkan adanya UU Migas, yang kelihatannya dalam teks baik-baik saja, tetapi ternyata dalam prakteknya menyengsarakan rakyat.
Redaktur: Mukafi Niam