Aktivis Desak Pembentukan Pengadilan HAM untuk Akui Pemerkosaan Massal 1998
Rabu, 18 Juni 2025 | 18:30 WIB

Aktivis 98 menggelar konferensi pers merespons Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyangkal terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998, di Graha Pena 98, Jakarta, pada Rabu (18/6/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Jakarta, NU Online
Pande mendesak pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) agar peristiwa pemerkosaan massal pada Mei 1998 diakui sebagai bagian dari sejarah Indonesia.
“Jika Fadli Zon mengatakan bahwa tidak ada fakta hukum, kita harus sambut dalam bentuk pelanggaran HAM '98 perlu ada Mahkamah Pengadilan HAM,” kata Pande dalam Konferensi Pers di Graha Pena 98, Jakarta, Rabu (18/6/2025).
“Harus kita lanjutkan tantangannya. Karena belum pernah diproses bagaimana pelanggaran HAM untuk para korban memperoleh keadilan, bahkan Aksi Kamisan sampai sekarang masih berlangsung,” tambahnya.
Pande menekankan bahwa dengan adanya kejelasan atas kejadian pada Mei 1998 itu maka perjuangan bertahun-tahun dari Aksi Kamisan dan korban yang dibungkam paksa, bisa mendapatkan keadilan.
“Dengan begitu kita bisa mengetahui kejadiannya baru kita tuliskan sejarahnya sesuai dengan apa yang terjadi di pengadilan mengenai sejarah ini,” tegas Pande, Ketua Senat Mahasiswa UI 1998/1999 itu.
Ia menilai, Pengadilan HAM perlu dibentuk agar penulisan ulang sejarah nasional tidak dilakukan secara terburu-buru, tertutup, dan tidak melalui uji publik.
Menurut Pande, penulisan ulang sejarah yang digawangi Kementerian Kebudayaan ini berdampak terhadap kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga perlu terus dikawal.
“Penulisan ulang sejarah ini akan memiliki dampak yang besar, misalnya dapat digunakan sebagai alat propaganda, kemudian akan muncul dalam kurikulum pendidikan, muncul dalam film-film yang wajib ditonton,” terangnya.
“Akan ada peristiwa-peristiwa yang ketokohannya tidak dimunculkan karena dianggap mengancam dan di sisi lain ada pembersihan mengenai peristiwa-peristiwa di 1998,” tambahnya.
Sementara itu, Aktivis 1998 dari Universitas Atmajaya Alex Leonardo mengatakan bahwa pernyataan Fadli Zon mengenai pemerkosaan di 1998 adalah rumor, telah melampai batas.
“Ucapan Fadli Zon mengenai pemerkosaan di 1998 adalah rumor, bagi kita sudah kelewatan apalagi sebagai Menteri Kebudayaan,” kata Alex.
Alex juga menyampaikan bahwa penulisan ulang sejarah mulai dibelokkan dan fakta-fakta yang sebenarnya terjadi mulai dihapus.
“Kita juga melihat kementerian HAM dibuat hanya untuk menutupi fakta-fakta sejarah karena sampai sekarang tidak ada tanggapan apa pun dari menteri ataupun wakil menteri dari Kementerian HAM,” tegasnya.