Nasional

Aksi Mogok Sopir Truk Rugikan Rp600 Miliar, Sarbumusi: Jangan Tergesa Terapkan Zero ODOL

Senin, 14 Juli 2025 | 18:00 WIB

Aksi Mogok Sopir Truk Rugikan Rp600 Miliar, Sarbumusi: Jangan Tergesa Terapkan Zero ODOL

Para sopir truk saat menggelar aksi mogok nasional pada 13 Juli 2025. (Foto: dok. RBPI)

Jakarta, NU Online

Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) meminta pemerintah untuk tidak tergesa-gesa menerapkan kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Loading) menyusul aksi mogok nasional sopir logistik pada 13–14 Juli 2025 yang memicu kerugian logistik hingga Rp600 miliar.


Sarbumusi mencatat aksi mogok yang melibatkan puluhan ribu sopir logistik itu berdampak pada terhentinya distribusi barang senilai ratusan miliar rupiah hanya dalam dua hari. Mereka menilai hal ini sebagai peringatan serius bagi pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan transportasi.


Presiden DPP Sarbumusi, Irham Ali Saifuddin, menilai angka kerugian tersebut baru mencerminkan puncak dari persoalan yang lebih luas.


"Angka pesimistik logistik yang tidak terangkut karena mogok nasional ini mencapai Rp600 miliar. Itu belum termasuk spin-off loss dari rantai pasok yang terputus, yang bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat lebih besar," jelas Irham dalam keterangan yang diterima NU Online pada Senin (14/7/2025).


Aksi mogok berlangsung di 11 provinsi dengan melibatkan sekitar 15 ribu sopir logistik dari berbagai asosiasi pengemudi dan komunitas transportasi rakyat.


Sarbumusi menilai aksi tersebut merupakan bentuk perlawanan kolektif yang muncul karena suara sopir logistik selama ini tidak diakomodasi dalam perumusan kebijakan transportasi nasional.


Menurut Irham, penerapan Zero ODOL yang dilakukan secara terburu-buru tanpa kajian mendalam justru berpotensi menjadi bumerang bagi stabilitas ekonomi nasional.


"Ini bukan semata persoalan kelebihan muatan atau dimensi truk. Ini soal daya beli masyarakat, soal pertumbuhan ekonomi yang ditopang konsumsi domestik. Jika biaya logistik naik, harga barang juga akan naik. Pada akhirnya yang rugi adalah rakyat," tegasnya.


Irham mengingatkan pemerintah agar memandang persoalan ODOL dalam kerangka kebijakan ekonomi nasional yang lebih luas, bukan semata aspek teknis kendaraan.


Ia juga meminta pemerintah untuk melibatkan para pengemudi logistik dalam dialog kebijakan sehingga tidak terjadi keputusan sepihak yang menimbulkan dampak sistemik.


Sarbumusi menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta aksi dan masyarakat yang mendukung perjuangan para sopir logistik. Irham menegaskan bahwa aksi tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk pedagang pasar, petani, hingga pengusaha logistik skala kecil dan menengah.


"Kami bersyukur aksi berlangsung relatif damai dan solid. Ini menunjukkan kesadaran kolektif bahwa transportasi logistik adalah urat nadi ekonomi rakyat. Kami berterima kasih atas dukungan semua pihak, termasuk kalangan pesantren dan komunitas keagamaan yang ikut mendoakan kelancaran aksi ini," ujar Irham.


Sarbumusi menyebut telah mengirim surat resmi kepada Presiden RI Prabowo Subianto untuk meminta dialog terbuka terkait kebijakan Zero ODOL. Dalam surat itu, mereka juga melampirkan substansi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pengemudi Transportasi Logistik sebagai bahan pertimbangan.


"Ini bukan sekadar soal ban dan jalan. Ini menyangkut keberlangsungan hidup ribuan sopir dan keluarga mereka. Rantai pasok pangan dan komoditas rakyat juga terdampak. Kami minta Presiden membuka telinga dan hati," kata Irham.


Sarbumusi juga memperingatkan sejumlah risiko jika aksi mogok berlanjut atau kebijakan Zero ODOL tetap dipaksakan.


Pertama, gangguan rantai pasok nasional dan keterlambatan pengiriman barang. Kedua, menurunnya pasokan pangan yang berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional.


Ketiga, kenaikan harga komoditas pokok akibat distribusi yang terhambat. Keempat, melemahnya daya beli masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi.


Kelima, terganggunya stabilitas sosial akibat keresahan warga karena kelangkaan dan harga yang tinggi.


Simulasi ekonometrik Sarbumusi menunjukkan potensi kerugian hingga Rp1,5 triliun jika aksi mogok berlangsung selama satu pekan penuh. Data itu juga memperlihatkan penurunan produksi hingga 30 persen serta pendapatan pengusaha yang terpangkas 25 persen hanya dalam dua hari mogok.


Sebagai konfederasi buruh berbasis nilai-nilai keislaman, Sarbumusi menyerukan pemerintah untuk menyusun kebijakan dengan prinsip maslahahammah (kemaslahatan umum). Suara rakyat kecil, termasuk para sopir logistik yang menjadi penggerak ekonomi akar rumput, harus menjadi bagian penting dalam desain kebijakan negara.


"Islam mengajarkan pentingnya mendengarkan rakyat kecil. Pemerintah jangan menutup mata. Ini bukan soal menolak aturan, tapi soal bagaimana membuat kebijakan yang adil dan realistis," pungkas Irham.