21 Tahun Mandek, DPR Kembali Matangkan Pembahasan RUU PPRT
Rabu, 20 Agustus 2025 | 20:00 WIB
Jakarta, NU Online
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) pada Rabu (20/8/2025). RUU ini telah mandek 21 tahun sejak pertama kali diusulkan pada 2004 silam.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Martin Manurung ini menjadi forum penting untuk mendengarkan paparan tim ahli DPR sekaligus menampung pandangan dari anggota Baleg lintas fraksi.
RUU PPRT telah lama dinanti publik. Keberadaannya diharapkan memberi perlindungan hukum yang kuat bagi jutaan pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia, sekaligus menata hubungan kerja agar lebih adil bagi semua pihak yaitu PRT, pemberi kerja, maupun penyalur.
Dalam paparannya, tim ahli DPR menegaskan bahwa tujuan utama RUU PPRT adalah menghapus segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga
Selain itu, RUU juga mengatur hak dan kewajiban pemberi kerja, misalnya berhak mendapatkan hasil kerja sesuai perjanjian dan wajib memberikan hak PRT, waktu istirahat, serta kesempatan beribadah.
Bagi penyalur (P3RT), aturan diperketat. Mereka wajib berbadan hukum usaha, tidak boleh berbentuk yayasan, serta dilarang menahan dokumen PRT atau memungut biaya dari calon pekerja. P3RT hanya boleh menerima imbalan jasa dari pemberi kerja.
Wakil Ketua Baleg, Sturman Panjaitan menekankan pentingnya kehadiran negara dalam melindungi pekerja rumah tangga. Ia mencontohkan pengalaman kunjungannya ke Hongkong, tempat ribuan pekerja migran Indonesia bekerja sebagai pekerja rumah tangga.
"Di Hongkong, seluruh pekerja migran tercatat di KJRI dan memiliki kontrak kerja yang jelas dalam tiga bahasa. Pemerintah juga menyiapkan shelter bagi pekerja yang menghadapi masalah. Peran pemerintah luar biasa, sehingga perlindungan benar-benar dirasakan," jelas Sturman.
Menurutnya, Indonesia perlu mencontoh praktik tersebut. "Kalau pemerintah kita hanya muncul di ujung, sementara dalam praktik sehari-hari tidak ada pengawasan, maka pekerja akan rentan dieksploitasi. Peran pemerintah jangan lepas dari RUU PPRT ini," tegasnya.
Sturman juga mengingatkan agar pembahasan tidak terburu-buru, melainkan mempertimbangkan perkembangan zaman dan kemungkinan persoalan yang akan muncul 10 tahun ke depan.
Anggota Baleg dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa, menyampaikan sejumlah catatan kritis. Ia menyoroti pasal 4 ayat 2 yang mengecualikan hubungan kekerabatan, pendidikan, dan keagamaan dari kategori PRT.
"Ini perlu dijelaskan konteksnya agar tidak menimbulkan pertanyaan. Misalnya, kalau membantu dalam bidang pendidikan, seperti apa bentuknya? Kalau tidak jelas, perlindungan bagi mereka bisa kabur," ujarnya.
Ledia juga menyinggung hak PRT atas jaminan sosial. Menurutnya, aturan tentang kepesertaan BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan masih membingungkan, apalagi bila pekerja tidak masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"BPJS kesehatan itu berbasis kartu keluarga. Kalau pemberi kerja harus membayar seluruh anggota keluarga PRT, tentu berat. Ini harus dipikirkan teknisnya agar tidak memberatkan salah satu pihak,” jelasnya.
Selain itu, Ledia menyoroti praktik penyalur (P3RT) yang kerap tidak transparan soal gaji.
"Seringkali perawat lansia tidak tahu berapa gajinya karena lembaga penyalur hanya berkomunikasi dengan pemberi kerja. Ini harus diatur agar PRT tidak dirugikan," tegasnya.
RUU ini mengatur sejumlah aspek penting, antara lain;
- Usia PRT minimal 18 tahun dan memiliki identitas yang jelas.
- Lingkup pekerjaan PRT mencakup memasak, membersihkan rumah, merawat anak, merawat lansia dan penyandang disabilitas, mengemudi, menjaga rumah, hingga merawat hewan.
- Hubungan kerja bisa dilakukan secara langsung antara pemberi kerja dan PRT, atau melalui penyalur (P3RT). Untuk perekrutan langsung, kesepakatan lisan dianggap sah. Namun jika melalui penyalur, wajib ada perjanjian tertulis.
- Masa percobaan maksimal tiga bulan.
- Hak PRT meliputi upah, waktu kerja manusiawi, jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan, hak beribadah, akomodasi layak (bagi yang tinggal bersama pemberi kerja), serta hak untuk mengakhiri kerja bila hak dilanggar.
- Kewajiban PRT antara lain menaati perjanjian kerja, izin bila berhalangan, menjaga nama baik pemberi kerja, dan melapor bila mengundurkan diri.
Rapat ini menjadi bagian dari rangkaian pembahasan RUU PPRT sebelum masuk ke tahap pengambilan keputusan tingkat I. Berdasarkan jadwal, pengambilan keputusan akan dilakukan pada Senin (1/9/2025).
Agenda rapat tersebut mencakup laporan Ketua Panitia Kerja (Panja), pandangan mini fraksi, pengambilan keputusan atas hasil penyusunan RUU, dan penandatanganan draf RUU.
Dengan jadwal ini, DPR diharapkan segera menuntaskan salah satu RUU yang paling lama diperjuangkan masyarakat sipil. Keberadaan undang-undang ini akan menjadi tonggak penting bagi perlindungan sekitar 4,2 juta pekerja rumah tangga di Indonesia yang selama ini bekerja tanpa kepastian hukum.
Sebelumnya, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto berjanji untuk segera menyelesaikan perundingan dan mengesahkan RUU PPRT dalam waktu tiga bulan ke depan.
Ia berjanji akan melakukannya saat ratusan ribu buruh merayakan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025. RUU PPRT telah ditunda selama hampir 21 tahun di DPR RI. RUU PPRT pertama kali diusulkan sebagai inisiatif DPR pada tahun 2004. Namun, tidak pernah disahkan hingga periode DPR 2019-2024.