Sana’a, NU Online
Umat Muslim di seluruh penjuru dunia tengah menikmati perayaan hari raya Idul Adha. Mereka beramai-ramai menyembelih hewan kurban. Mulai dari kambing, sapi, hingga unta. Di hari raya kurban, mereka menikmati hidangan yang melimpah dan enak.
Namun, hal itu tidak terjadi di Yaman. Bahkan, untuk sekadar makan sehari sekali saja Muslim di sana kesulitan. Apalagi menikmati hidangan yang lezat sebagaimana yang dimakan saudara-saudara mereka di tempat lain pada hari raya Idul Adha. Tidak lain, itu semua disebabkan perang saudara yang berlarut-larut.
Akibat perang, Yaman mengalami krisis yang memprihatinkan. Termasuk dalam hal hewan kurban. Di samping kondisi hewan kurban yang mengenaskan, harganya juga gila-gilaan.
Di pasar ternak Noqum di Sana’a Timur misalnya. Kambing dan sapi di pasar itu menunjukkan kondisi yang tidak bagus karena kekurangan gizi.
Salah seorang pembeli Hosen ar-Rajawi dan enam anggota keluarganya hendak membeli sapi untuk disembelih di hari raya kurban. Ia mengeluhkan harga hewan kurban yang membumbung tinggi. Dikutip Xinhua, Idul Adha tahun lalu harga sapi 350 ribu rial Yaman (636,36 dolar AS), sementara Idul Adha tahun ini naik mencapai 1 juta rial.
Salah seorang pedagang ternak Mohammed al-Firsi mengungkapkan kalau kenaikan harga disebabkan harga pakan ternak, bahan bakar, dan air yang juga ikut naik.
Merujuk laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ada 22,2 juta warga Yaman yang hidupnya bergantung pada bantuan dan 8,4 juta dari 29 juta warga Yaman berjuang untuk mendapatkan makanan di hari-hari berikutnya.
Yaman didera perang saudara sejak 2014 silam, saat kelompok Houthi yang disokong Iran merebut beberapa wilayah Yaman dan menguasainya. Yaman di bawah pemerintahan Abd Rabbu Mansour Hadi berupaya menghalau Houthi dengan berbagai cara. Salah satunya dengan meminta bantuan pasukan koalisi Arab Saudi. Hingga hari ini, perang saudara masih terus berkecamuk di Yaman. Belum ada tanda-tanda kapan akan berakhir. (Red: Muchlishon)