Masjid Qiblatain, Jejak Sejarah Perubahan Arah Kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah
Jumat, 20 Juni 2025 | 06:00 WIB

Potret Masjid Qiblatain Madinah, diambil gambar pada 17 Juni 2025. (Foto: NU Online/Patoni/MCH 2025)
Madinah, NU Online
Tidak banyak hiruk pikuk jamaah haji dan umrah di sekitaran Masjid Qiblatain Madinah Arab Saudi karena saat saya berkunjung ke masjid yang menjadi saksi perubahan arah kiblat itu, waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam pada Selasa (17/6/2025) Waktu Arab Saudi (WAS).
Namun, suasana malam tidak membuat sepi area sekitaran Masjid Qiblatain yang dulu bernama Masjid Bani Salamah itu. Sebab, aktivitas sebagai warga di kota-kota Arab Saudi di antaranya dihabiskan pada malam hari. Apalagi di sekitar Masjid Qiblatain terdapat banyak restoran dan kafe-kafe tongkrongan yang cukup nyaman di malam hari.
Meski malam sudah hening dan suasana di masjid telah sepi, tetapi pelataran masjid yang terdiri dari dua lantai masih buka sehingga saya punya kesempatan beribadah sunnah di salah satu masjid bersejarah itu. Beberapa jamaah juga terlihat memanfaatkan malam untuk beribadah di Masjid Qiblatain.
Masjid ini bukan sekadar tempat ibadah biasa. Di dalamnya tersimpan kisah besar dalam sejarah Islam, yaitu peristiwa perubahan arah kiblat dari Baitul Maqdis (Yerusalem) ke Baitullah Ka'bah di Makkah.
Bagi jamaah haji dan peziarah dari berbagai negara, mengunjungi Masjid Qiblatain ibarat menyusuri lorong waktu dan menapak tilas momen penting dalam salah satu risalah kenabian, yaitu transformasi arah kiblat.
Terletak di kawasan Bani Salamah, sekitar 7 kilometer dari Masjid Nabawi, Masjid Qiblatain berdiri megah dengan dua kubah putih yang khas dilengkapi dua menara putih yang menjulang. Di pojok dekat menara terdapat pula kubah kecil.
Nama Qiblatain berarti dua kiblat, merujuk pada peristiwa saat Rasulullah, dalam shalat Zuhur berjamaah bersama para sahabatnya pada 15 Sya'ban tahun kedua hijriah. Rasulullah menerima wahyu dari Allah (Surat Al-Baqarah ayat 144) untuk mengalihkan arah kiblat ke Ka'bah. Rasulullah pun langsung memutar arah shalat 180 derajat di tengah rakaat.
Baca Juga
Aturan Menghadap Kiblat dalam Shalat
Karena peristiwa bersejarah tersebut, masjid ini sempat memiliki dua mihrab. Satu menghadap Al‑Aqsa dan satu menghadap Ka’bah. Mihrab lama kini ditutup dan hanya satu yang digunakan yaitu yang menghadap ke Ka’bah, diitandai dengan penanda di langit‑langit sebagai monumen sejarah.
Desain interior Masjid Qiblatain memadukan nuansa klasik dan modern. Di dinding bagian dalam, terdapat penanda arah kiblat lama dan kiblat baru yang menjadi saksi diam perubahan besar itu.
Para peziarah biasanya menyempatkan diri berdoa dan merenung lama di tempat ini, menyadari bahwa Masjid Qiblatain bukan hanya simbol perubahan arah kiblat shalat, tetapi juga ketaatan total terhadap perintah Ilahi.
Masjid Qiblatain ini mengalami beberapa kali renovasi. Termasuk di era khalifah Umar bin Khattab dan Sultan Sulaiman Al-Uthmani (1530-1543 M). Terbesar dilakukan oleh Pemerintah Arab Saudi pada 1987 era Raja Fahd dengan menambah luas bangunan hingga sekitar 3.920 meter persegi dari awalnya hanya 425 meter persegi.
Kapasitas Masjid Qiblatain kini mampu menampung lebih dari 2.000 hingga 4.000 jamaah. Area perluasan melintang di atas dua jalur jalan raya besar sehingga jamaah yang berasal dari seberang jalan bisa dengan mudah masuk ke area masjid, termasuk ruang utama Masjid Qiblatain.
Arsitekturnya dirancang agar tetap mencerminkan nilai sejarah, tapi tetap memadai untuk kebutuhan shalat berjamaah dalam jumlah besar. Dua menara tinggi dan kubah kembar menjadi ciri khas yang mudah dikenali dari kejauhan.
Menurut salah satu penjaga masjid yang memandu saya malam itu, jumlah pengunjung Masjid Qiblatain meningkat signifikan pada musim haji dan umrah, termasuk musim haji 2025.
Baca Juga
Sejarah Pensyariatan Menghadap Kiblat
"Assalamu'alaikum Indonesia, tabarakallah, insyaallah, haji mabrur," kata si penjaga menyambut saya dan rombongan sembari mengarahkan batas ruang untuk jamaah laki-laki dan perempuan.
Menurut penjaga yang tak sempat diketahui namanya itu, selama puncak musim haji, Masjid Qiblatain menerima sekitar 15.000 hingga 20.000 peziarah setiap pekan. Mereka datang untuk mengetahui langsung lokasi perubahan arah kiblat.
Napak tilas ke Masjid Qiblatain menegaskan satu hal penting, yaitu sejarah Islam bukan sekadar masa lalu yang dibaca, tapi warisan spiritual yang terus menginspirasi.
Di Masjid Qiblatain, setiap peziarah diingatkan akan pentingnya mendengarkan dan menjalankan perintah Allah dan berani berubah ke arah yang lebih baik sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Di era Raja Salman saat ini, otoritas wilayah Madinah dan lembaga terkait, menambah perbaikan infrastruktur di Masjid Qiblatain. Di antaranya pusat budaya, ruang pameran, pusat informasi interaktif, area hijau, parkir, akses ramah difabel yaitu lift dan jalur kursi roda, eskalator, serta fasilitas sanitasi yang memadai dan payung-payung peneduh di sekitar pelataran masjid pada lantai satu dan dua.