Facebook Akui Lamban Tangani Ujaran Kebencian atas Rohingya di Myanmar
Ahad, 19 Agustus 2018 | 16:50 WIB
Yangon, NU Online
Perusahaan Facebook mengaku pihaknya terlalu lambat mengatasi gelombang ujaran kebencian di Myanmar. Raksasa media sosial ini juga menyadari dirinya lamban mempekerjakan lebih banyak orang Burma dan berinvestasi teknologi untuk mengidentifikasi konten yang bermasalah.
Pengakuan tersebut muncul setelah Reuters merilis hasil investigasinya bahwa Facebook gagal membendung konten kebencian, dan hingga kini masih menjadi sarana untuk menghina dan mendiskriminasi minoritas Muslim Rohingya.
Reuters menemukan lebih dari 1.000 contoh unggahan, komentar, gambar dan video yang merendahkan dan menyerang Rohingya dan Muslim lainnya di Facebook pekan lalu.
Ada banyak sekali unggahan yang menyebut Rohingya dan Muslim lainnya dengan panggilan "anjing", "pemerkosa", serta ujaran yang mendesak minoritas itu dimusnahkan saja. Ada juga unggahan gambar anti-Muslim yang bernuansa pornografis tayang di Facebook sejak enam tahun lalu.
Selama bertahun-tahun, kata Reuters, Facebook menjadi arena yang didominasi ujaran kebencian, dan ditengarai menjadi salah satu pemicu letusan kekerasan etnis selalu terulang di negeri mayoritas umat Buddha ini. Karyawan Facebook di sana juga jauh dari memadai untuk kepentingan pengawasan konten. Pada 2015, misalnya, hanya ada dua karyawan yang mengerti bahasa Burma.
Dalam pernyataan resmi yang diunggah secara online, Kamis kemarin, Facebook mengklaim telah menggunakan alat pendeteksi otomatis ujaran kebencian dan mempekerjakan lebih banyak karyawan berbahasa Burma untuk meninjau konten-konten kebencian.
Di penghujung Agustus tahun lalu, sekitar 700 ribu orang Rohingya terusir dari tanah kelahirannya di Myanmar, dan mengungsi ke negara tetangga, Bangladesh. Hal ini terjadi lantaran operasi militer Myanmar sebagai aksi balasan menyusul segelintir militan Rohingya yang menyerang pos-pos keamanan pemerintah setempat. (Mahbib)