Kairo, NU Online
Warga Mesir telah menyetujui amandemen konstitusi negara tersebut, dan ini merupakan kemenangan elektoral pertama bagi rezim yang didukung militer menyusul lengsernya Muhammad Mursi Juli lalu.
<>
Amandemen konstitusi tersebut mendapat persetujuan 98,1% dari 38,6% pemilih yang hadir, ujar kepala Komisi Tinggi Pemilihan Umum Mesir. Angka itu melampaui jumlah orang yang setuju dan hadir dalam penyusunan piagam dalam masa satu tahun pemerintahan Presiden Muhammad Mursi.
Hasil itu setidaknya menunjukkan adanya fajar baru bagi Mesir, ujar Ehab Badawy, juru bicara kantor kepresidenan. Demikian dilaporkan oleh laman wall stret journal.
Setelah amandemen disetujui, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry meminta para pejabat Mesir menerapkan ketentuan hak asasi manusia.
“Amerika Serikat mendesak pemerintahan sementara Mesir menerapkan ketentuan mengenai HAM dan kebebasan yang dijamin oleh Undang Undang Dasar baru,” ujarnya seperti dikutip dari laman Kementerian Luar Negeri. Ia pun berkata, “bukan satu satu suara yang menjadi penentu demokrasi, namun pelbagai langkah yang ditentukan setelahnya.”
Menurut sejumlah kelompok dan aktivitas kemanusiaan, rendahnya jumlah pemilih golput menjadi gambaran mengenai berlanjutnya tekanan kepada kelompok penentang.
Isi UUD perubahan dipandang sama dengan sebelumnya dengan penekanan kekuatan militer, judisial, dan kepolisian.
Militer Mesir mengumumkan peta jalan setelah Mursi dilengserkan lewat kudeta berdarah.
Bulan lalu, pemerintahan sementara mengganggap Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris.
Pemerintah pun mengeluarkan aturan unjuk rasa yang telah menjebak puluhan aktivis sekuler penentang peta jalan militer.
Kelompok kemanusiaan dan pengamat independen mengecam pemilu yang legitimasinya rusak berkat adanya kelompok dan suara penentang.
Sebelum referendum Selasa, sejumlah orang yang menyerukan golput ditangkap.
“Transisi demokratis harus ditandai dengan adanya kebebasan lebih luas. Namun, hak demokratis warga sangat terhambat oleh warga Mesir sendiri,” ujar Eric Bjornlund kepala misi pengamatan Demokrasi International. “Tapi, masa pasca-referendum memberi peluang bagi adanya partisipasi politik lebih luas.”
Menurut kelompok tersebut, tidak terdapat bukti penyelewengan sistematis. Namun, terdapat sejumlah cacat pemilu yang dapat berujung pada kondisi golput seperti jarak antarbilik pencoblosan yang terlalu dekat. (mukafi niam)