Daerah

Warga Pertanyakan Rencana Pariwisata Syariah di Sumenep

Senin, 5 November 2018 | 03:00 WIB

Sumenep, NU Online
Sejumlah warga di Sumenep, Jawa Timur dikejutkan dengan akan dicanangkannya pariwisata syariah di kawasan ini. Padahal sebelumnya sudah muncul Visit Sumenep Year (VSY) yang juga tidak dipahami dengan baik oleh masyarakat.

“Sampai detik ini dokumen grand design Visit Sumenep Year belum pernah dibuka kepada publik,” kata Kiai Dardiri Zubairi, Ahad (4/11). VSY seolah urusan privat yang hanya diperbincangkan oleh segelintir elit, entah pejabat maupun investor, lanjutnya.

Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep ini menengarai pejabat setempat tidak satu visi soal agenda tersebut. “Bupati pernah menggagas pariwisata berbasis warga meski konsepnya belum jelas,” sergahnya. 

Pada saat berikutnya wakil bupati menggagas pariwisata berbasis bumdes yang dicurigai hanya nguntungin elit desa. “Demikian pula dinas kebudayaan dan pariwisata seperti menjalankan agendanya sendiri,” ungkapnya.

Belum selesai rasa penasaran atas sejumlah gagasan tersebut, tiba-tiba akan ada diskusi soal pariwisita syariah pada Sumenep Islamic Economic Festival 2018. 

“Kami tidak paham, apa yang disebut pariwisata syariah?” katanya. 

Menurut alumnus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini, pihak pemerintah daerah harus memastikan dulu apakah embel-embel syariah sekadar pemanis. “Agar investor mulus membangun pariwisata yang hanya menguntungkannya, sementara di lokasi wisata, rakyat lokal tersingkir?” ungkapnya.

Kiai yang juga pegiat agraria ini selalu mendesak pemerintah agar pengembangan pariwisata tidak boleh menghabisi lahan-lahan milik warga. “Lahan warga kalau terpaksa mau dibangun harus dikonversi sebagai saham, sehingga warga tidak kehilangan lahannya,” urainya.

Sedangkan yang kedua, pariwisata yang dibangun harus berbasis warga. “Setidaknya soal transportasi, katering, homestay, guides, dan industri kreatif seluas-luasnya harus melibatkan warga,” sergahnya. 

Dalam pandangannya, hendaknya pemerintah bisa memastikan untuk menjadikan rumah warga sebagai homestay, fasilitasi warga menyediakan kuliner. “Biarkan warga mengelola transportasi lokal, fasilitasi warga membuat industri kratif, dan sejenisnya,” jelasnya.

“Sedangkan yang ketiga, agar tidak memunculkan konflik, maka dibutuhkan koperasi warga yang bisa menjadi payung bagi segenap kepentingan warga,” katanya.

Dan terakhir, segala yang digagas bukan pekerjaan instan. Begitu pula bukan selalu dianggap proyek. “Butuh kecerdasan dan kepedulian serta pengabdian terutama bagi pejabat daerah untuk mewujudkannya,” katanya. 

Yang tidak kalah penting adalah mengajak penduduk lokal di daerah tujuan pariwisata untuk terlibat sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. “Jangan anggap mereka obyek karena warga cerdas. Cuma kita saja kadang yang menganggap bodoh, atau yang paling kejam yakni membodohinya,” tandasnya. (Ibnu Nawawi)


Terkait