Daerah

Tempaan di Pesantren Jadi Bekal Pimpin Kabupaten

Kamis, 18 Juli 2013 | 06:19 WIB

Probolinggo, NU Online
Di kalangan politisi, nama Amin Said Husni cukup dikenal. Selain karena dua kali terpilih menjadi Bupati Bondowoso, dia juga dua kali terpilih sebagai anggota DPR RI. Kiprah Amin di dunia politik itu sudah terlihat sejak ia mondok di Pesantren Nurul Jadid dan Tebuireng, ia aktif di berbagai organisasi.
<>
Sabtu (11/5) lalu merupakan salah satu hari bersejarah bagi Amin Said Husni. Itu setelah ia untuk kali kedua terpilih sebagai Bupati Bondowoso periode 2013-2018 usai KPU melakukan rekapitulasi manual.

Rencananya, Amin Said bakal dilantik kali kedua sebagai Bupati Bondowoso pada September mendatang. Sebelumnya, melalui Pemilukada 2008, Amin Said juga terpilih. Pengalaman duduk di kursi eksekutif sebagai kepala daerah itu melengkapi pengalaman politik Amin yang dititi dari kuris legislatif sebelumnya.

Sebelumnya, pria kelahiran Kabupaten Pamekasan 47 tahun silam itu sudah tercatat sebagai anggota DPR RI dua periode, masing-masing periode 1999-2004 dan periode 2004-2009.

Namun karirnya duduk di dua kekuatan berbeda itu hanya sebagian dari cerita kehidupan Amin. Sukses di jalur politik yang dirasakan Amin Said saat ini tidak terlepas dari tempaan dunia pesantren. Mulai di Pesantren Nurul Jadid, Paiton Kabupaten Probolinggo sampai Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang.

Di Pesantren Nurul Jadid, suami dari Faizah Husnan ini mengenyam pendidikan di jurusan IPA pada SMA Nurul Jadid. Ia masuk pada tahun 1981, ayah tiga anak ini lulus pada tahun 1984. Selama itu pula ia bermukim disana sebagai santri.

“Dari Nurul Jadid, saya mendaftar di Unair (Universitas Airlangga, Surabaya), tetapi tidak diterima. Akhirnya saya melanjutkan mondok di Pesantren Tebuireng, Jombang. Saat itu pengasuhnya Almarhum KH. Yusuf Hasyim,” ujarnya saat ditemui NU Online.

Di Kabupaten Jombang, Amin Said tercatat sebagai Mahasiswa Fakultas Syari’ah pada Institut Keislaman Hasyim Asy’ari. Selama kuliah, dia juga aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan menjadi ketua cabang pada tahun 1990-1991.

Pengalaman menjadi ketua di organisasi kemahasiswaan itulah yang membuatnya kenal dengan banyak kalangan masyarakat, terutama politisi. Hingga saat dia mendapatkan gelar sarjana di tahun 1991, dia berangkat ke Jakarta. Selain melanjutkan karir di gerakan mahasiswa, di ibukota negara tersebut dia juga menempuh pendidikan pascasarjana di Universitas Indonesia.

Posisi terakhir yang ditempatinya di PMII yakni sebagai salah satu ketua Pengurus Besar (PB). “Ketua umumnya dulu Ali Masykur Musa (sekarang anggota Badan Pemeriksa Keuangan),” ujar mantan redaktur majalah Tebuireng tersebut.

Karirnya terus naik di tanah rantau. Pada 1994, dia masuk ke Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Dan setahun berselang, dia berposisi sebagai sekjen. Jabatan tersebut, dia genggam hingga tahun 2000.

Ketika banyak partai politik baru lahir pada 1998, Amin merupakan salah seorang yang ikut mempersiapkan lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dari rahim Nahdlatul Ulama (NU). Saat itu dia tercatat sebagai tim sembilan atau yang disebut tim asistensi.

“Yang menyusun AD/ART partai ya tim sembilan itu, “ kenang Amin. Anggota lain dari tim tersebut adalah Muhaimin Iskandar yang sekarang menjadi ketua umum partai berlambang bumi dengan sembilan bintang tersebut.

“Disini (PKB ) saya mulai masuk ke dunia politik yang sesungguhnya, politik praktis. Sebelumnya kan organisasi saja,” ujar pria asal Desa Sumberkemuning Kecamatan  Tamanan Kabupaten Bondowoso tersebut.

Pada 1999, Amin dipercaya sebagai wakil sekjen DPP PKB. Pada pemilu pertama pasca reformasi, dia mencalonkan diri sebagai caleg (calon legislatif) dari dapil Jawa Timur III. Diapun terpilih. “Saya pernah di komisi IV, komisi IX, wakil ketua panitia anggaran, sekretaris fraksi, sampai ketua fraksi,” sebut Amin.

Pada pemilu 2004, dia kembali terpilih untuk periode 2004-2009 dari dapil yang sama. “Tetapi di tahun 2008, di Bondowoso ada Pilkada. Teman-teman NU meminta saya masuk dalam bursa calon,” terangnya.

Dorongan itu tidak segera dia penuhi. Untuk memutuskannya, dia berunding dengan sejumlah tokoh dan melakukan salat istikharah (untuk meminta petunjuk). “Termasuk meminta restu kepada Almarhum KH. Abdul Haq Zaini (salah satu pengasuh Pesantren Nurul Jadid),” jelas Amin.

Singkat cerita, Amin pun terpilih sebagai Bupati Bondowoso untuk kali pertama. Dia dilantik pada 15 September 2008 yang bertepatan dengan 15 Ramadhan. “Karena terpilih, otomatis saya berhenti sebagai anggota DPR RI,” katanya.

Meski menjadi kepala daerah hingga dua periode, Amin tidak mau seperti kacang yang lupa pada kulitnya. Secara rutin, dia menyempatkan diri sowan (silaturrahim) ke pengasuh pesantren tempat dia mondok dulu. Bahkan, tiga anaknya kini juga mengikuti jejaknya untuk mondok di pesantren yang sama.

Amin mengaku, sejak di pesantren dulu dirinya senang ikut organisasi. Saat di SMA, dia tercatat sebagai pengurus OSIS. Selain itu, Amin kecil juga suka bergaul dengan santri-santri senior. Dia pun pernah mengaji bersama mereka kepada Almarhum KH Hasan Abdul Wafi yang dikenal keras dan tegas.

“Kalau membacanya salah, ya berdiri dan dipermalukan, apalagi tidak bisa membaca. Jadi mau tidak mau saya harus belajar dengan keras agar bisa membaca dan tidak salah membacanya,” pungkas Amin.


Redaktur     : Mukafi Niam
Kontributor : Syamsul Akbar    


Terkait