Brebes, NU Online
Pengasuh pondok pesantren Al Falah Assalafiyah Jatirokeh Kecamatan Songgom Brebes Jawa Tengah KH Mas Mansyur Tarsudi menandaskan, kalau puasa itu sejatinya bisa mencegah gemrangsang (sifat dan sikap rakus, tamak).
Di era sekarang, lebih banyak orang memaksakan kehendak sehingga tidak menjadikan ketentraman di hatinya sendiri dan hati masyarakat. Tidak mau bersyukur dan maunya menang sendiri serta memaksakan keinginan sementara dirinya tidak memiliki kapasitas.
Demikian disampaikan KH Mas Mansyur Tarsudi saat dihubungi NU Online Kompleks pondok Pengasuh pondok pesantren Al Falah Assalafiyah, Rabu (30/5).
Menurut Kiai Mas Mansyur, kita berada dalam suasana puasa di alam kemerdekaan, aman, tentram. Akan tetapi penghuni bumi ini manusianya gemrangsang. Gemrangsang dalam persoalan kekayaan, gemrangsang kedudukan, gemrangsang kepemimpinan.
Tidak dilarang ingin kaya, ingin jadi pemimpin, ingin jabatan tapi karena ada sifat gemrangsang, menjadikan yang tidak semestinya kaya pengin jadi kaya, yang mustinya tidak jadi pejabat pengin jadi pejabat. Akibatnya terjadi ketamakan dan kerakusan, sehingga makna kemerdekaan belum sampai ke batiniah.
Diketahui bersama, lanjut Kiai, kemerdekaan Indonesia telah sempurna keterlepasannya dari keterkungkungan, penindasan, perbudakan, dan bentuk bentuk kedzoliman penjajah. Secara dhohiriah, sudah lenyap karena tidak ada penjajahan lagi. Indonesia sudah bagus, termasuk penerapan Bhineka Tunggal Ika berjalan baik, nusantara baik.
“Akan tetapi, kemerdekaan hakiki belum bisa diraih yakni kemerdekaan batiniah dan dhohiriah,” ungkapnya.
Menurutnya kemerdekaan dhohiriah sudah selesai, jihad fisik udah selesai ditandai dengan proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
Bangsa Indonesia, yang masih perlu perjuangan adalah jihad rohaniyah. batiniah yakni jihad melawan hawa nafsu.
Sebagaimana digambarkan Rosulullah, dulu terjadi perang badar yang menelan korban ribuan tentara muslim, sehingga membikin ratusan janda dan ribuan yatim.
Saat itu, sahabat bertanya, adakah perang lagi yang lebih dasyat? Nabipun menjawab kalau ini baru pulang dari jihad kecil, karena akan menghadapi perang yang lebih besar yakni perang melawan diri sendiri, perang melawan hawa nafsu.
Kiai Mas Mansyur memberikan kiat, bahwa melawan diri sendiri dengan cara mujahadah, atau menyempatkan kesempatan dengan dzikir pada Allah.
Sifat gemrangsang, merasa keterbelangan, terlilit kemiskinan, sesungguhnya bisa diendapkan dengan mujahadah, dengan puasa. Karena akan selalu ingat bahwa yang membuat kemlaratan, meninggikan kedudukan, melimpahkan kekayaan, memberi jabatan hanyalah Allah.
“Allah memberikan kedudukan terhadap orang yang dikehendaki, Allah berkehendak apapun, yang mengangkat kemuliaan tiada lain hanyalah Allah,” tandasnya.
Dia mencontohkan dalang Ki Enthus Susmono berkehendak menjadi Bupati untuk dua periode. Tetapi Allah menghendaki Entus lengser dengan kematian. Itu ketentuan Allah SWT. Ada juga yang lengser tidak dengan kematian, seperti kesandung kasus korupsi, ataupun tindak pidana lainnya.
Allah SWT sudah menitahkan kita hidup ke bumi, terserah maunya apa silakan menentukan pilihan tapi kehendak akhir pada kudrat dan iradat-Nya.
Terkait dengan jiwa yang gemrangsang, puasa bagaikan kebiri, biar tenaganya kuat maka kerbau dikebiri. Dengan puasa orang akan mampu membawa kemampuan yang tulus, cerdas dan kuat. Agar kemampuannya tidak luntur, justru harus puasa.
"Kalau orang berpuasa tidak makan kuat shalat, masa yang makan tidak sholat? Aneh kalau orang tidak kuat shalat padahal makan. Puasa meninggalkan yang kita cintai, istri yang kita cintai juga kita tinggalkan nafkahnya ketika siang hari. Ada kekuatan yang mendalam kita kita berpuasa," pungkasnya. (Wasdiun/Muiz)