Daerah

Pesantren Adzimat Bandung Adakan Rihlah Ilmiah Lintas Pesantren

Rabu, 14 Februari 2018 | 04:01 WIB

Banjar, NU Online
Rombongan Pondok Pesantren Adzimat Bandung yang dipimpin oleh Kiai Nanang Qosim (Nanang Dai) mengunjungi Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar (Pesantren Citangkolo) Kota Banjar, Jawa Barat, Senin (11/2).
Kunjungan rombongan Pesantren Adzimat ini dalam rangka silaturrahim, ngalap berkah dan rihlah ilmiyah ke Pesantren Citangkolo Kota Banjar.

Ratusan Santri Putra dan Putri rombongan Pesantren Adzimat beserta Pengasuhnya, disambut ramah oleh Keluarga Besar Pesantren Citangkolo Kota Banjar.

Setelah disambut, ratusan rombongan Pesantren Adzimat tampak memadati lokasi pembukaan di Aula Pesantren Citangkolo.

Pimpinan Pesantren Adzimat, Kiai Nanang Qosim mengatakan, kehadirannya ke Pesantren Citangkolo, tiada maksud lain hanya ingin silaturrahim, tabarrukan, dan ingin dianggap murid oleh Kyai Munawwir, Pimpinan Pesantren Citangkolo.

Selain itu, ia ingin belajar metode belajar mengajar di Pesantren Citangkolo yang khas akan tradisionalnya. Ia sangat berterima kasih kepada Keluarga Besar Pesantren Citangkolo, yang telah menerima silaturrahimnya. Pasalnya, kata Nanang, penyambutannya sangat luar biasa sekali, diiringi tim hadroh.

"Saya dan rombongan Pesantren Adzimat datang ke Pesantren Citangkolo, hanya ingin silaturrahim, ngalap berkah para Kiai, ingin dianggap murid oleh Kiai Munawwir, dan belajar metode belajar mengajar di Pesantren Citangkolo. Ya bisa jadi ini study banding," katanya sambil tersenyum khasnya.

Pengasuh Pesantren Citangkolo, Kiai Munawwir, mengungkapkan kegembiraannya, karena Pesantren Adzimat bisa silaturrahim ke Citangkolo.

"Saya sangat gembira dan berterimakasih, bisa didatangi rombongan Kyai Nanang yang terkenal dengan Nanang Dai. Semoga pertemuan ini mendapat berkah dari Allah SWT," ungkapnya.

Dalam sambutannya, Kiai Munawwir menceritakan awal Pesantren Citangkolo yang dulu dirintis oleh kakeknya yang bernama Kiai Marzuki, dilanjutkan ayahnya yang bernama Kiai Abdurrahim, hingga kini dipimpin olehnya beserta adik-adiknya, Kyai Muslih Abdurrahim, Kyai Muin Abdurrahim, Kiai Muharror Abdurrohim, Kiai Muharrir Abdurrahim, Kiai Marsyudi Syuhud, Kiai Budairy Hasyim. 

Ia mengatakan, pasang surutnya Pesantren adalah hal yang pasti. Pasalnya, Pesantren Citangkolo mengalami masa penjajahan.

"Kakek saya, Kiai Marzuki adalah perintis awal berdirinya Pesantren Citangkolo. Cikal bakalnya pesantren ini, hanya mushola kecil yang didirikan oleh kakek saya pada tahun 1911, hingga diteruskan oleh ayah saya dan dilanjutkan oleh saya. Alhamdulillah sekarang santrinya mencapai kisaran kurang lebih 2.000 santri," katanya.

Selain itu, ia menambahkan, alasan pesantren itu bisa ramai hingga sekarang, hanya dibekali tiga kunci oleh ayahnyanya, yaitu, sregep jamaah (rajin berjamaah), sregep baca Qur'an (rajin baca qur'an), sregep ngaji (rajin ngaji dan sekolah). Kemudian, lanjut Munawwir, tiga kunci tersebut, ia amanatkan kepada seluruh santrinya, agar dapat diamalkan sehari-hari.

"Saya mengamanatkan kepada seluruh santri, agar rajin berjamaah, rajin baca Qur'an dan rajin ngaji dan sekolah," terangnya.

Soal metode yang dipakai di Pesantren Citangkolo, ia menerangkan, ada tiga metode belajar yang dipakai di pesantren Citangkolo, yaitu metode hapalan, metode sorogan dan metode bandungan. Namun, terang Munawwir, ia lebih mengedepankan pembelajaran akhlak kepada santrinya.

"Metode yang dipakai di Citangkolo hanya metode hapalan yang mana seluruh santri dianjurkan menghapal, dari mulai doa-doa, kitab-kitab, hingga qur'an. Lalu metode sorogan, yaitu metode dimana santri membawa bagiannya sendiri-sendiri dan menghadap kyai. Lalu metode bandungan, yaitu dimana, seluruh santri mengaji, membawa kitab, melughot dan mendengarkan kyai. Namun, saya lebih mengajarkan pentingnya akhlak kepada santri," pungkasnya. (Aji/Fathoni)


Terkait