Daerah

Penghafal Al-Qur’an Harus Kian Semangat Mencari Ilmu

Senin, 23 April 2018 | 10:30 WIB

Mranggen, NU Online
Sebanyak 240 santri putra dan putri Pondok Pesantren Al-Badriyyah, Suburan, Mranggen Demak, Jawa Tengah mengikuti wisuda khatmil Qur’an yang ke-42 pada Ahad (22/4). 

KH Ulin Nuha Arwani berpesan kepada para santri agar jangan cepat puas dengan yang telah dicapai. “Masih banyak tahapan yang harus dilewati. Menjadi penghafal Al-Qur’an saja belum cukup, masih banyak ilmu yang harus dipelajari seperti ilmu fikih, tauhid, bahasa Arab dan sebagainya,” katanya di hadapan hadirin..

Mengaji dan mempelajari Al-Qur’an harus sampai tahqiq (haq tilawatih), baik dengan lisan, "Yakni membacanya dengan ilmu tajwid, dengan akal, yakni mentadabburi ayat dan dengan hati, yakni memahami dan mengaplikasikan ajaran dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya. 

Ia juga mengingatkan kepada para santri yang telah khatam atau khatimin dan khatimat supaya berakhlak seperti dalam ajaran Al-Qur’an. “Selalu tawadhu dan mengabdi kepada guru atau kiai supaya mendapat keberkahan dalam hidup,” ungkapnya.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Badriyyah, KH Muhibbib Muhsin al-hafidz dan Nyai Hj Nadhiroh Ma’shum al-hafidzah berharap santri yang telah diwisuda semakin bertambah semangat dan semakin istiqamah dalam hal mencari ilmu. 

“Semoga khatimin dan khatimat yang telah diwisuda mendapatkan ilmu yang berkah, bermanfaat, dan ilmu yang bermaslahat, min ahlil ‘ilmi, min ahlil khair, wa min ahlil qur’an,” harap KH Muhibbin. 

Dalam mauidhah hasanahnya, KH Ali Syaerozi menjelaskan bahwa dunia ini adalah tempatnya masalah. Tujuan adanya masalah itu agar manusia semakin mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT berharap agar dapat menyelesaikan semua masalah.

“Maka, ciri orang yang sukses dan menjadi penghuni surga selalu murah senyum, berbicara sopan kepada orang lain, suka menolong dan bersedekah dan hatinya selalu ingat dan taat kepada Allah SWT,” terang kiai dari Lamongan, Jawa Timur tersebut.

Sementara, KH Amin Maulana Budi Harjono menegaskan bahwa poros dan tonggak bangsa indonesia ini adalah pesantren. “Pesantren adalah lembaga pendidikan paling orisinil di Indonesia. Semakin banyak anak-anak Indonesia di pesantren, maka akan semakin baik pula generasi bangsa ini,” terangnya.

Kiai sufi yang selalu tampil dengan udengnya itu mengingatkan ciri bangsa yang beradab. “Kita adalah bangsa yang beradab, bukan biadab. Seperti tangan difungsikan untuk memukul lawan itu namanya biadab. Lain lagi dengan tangan yang digunakan untuk memukul rebana, itulah beradab,” imbuh kiai dari Semarang Jawa Tengah tersebut 

Ia menambahkan, menjadi bangsa beradab itu harus mendekati cahaya. Barangsiapa dekat dengan cahaya akan tersinari. “Seperti ketika dekat dengan penjual minyak wangi, kita akan mendapatkan harumnya. Begitulah jika kita ingin menjadi orang baik, harus dekat dengan Al Qur’an, ulama atapun kiai,” pesannya.

Ribuan santri, wali santri dan para alumni juga masyarakat luas turut hadir memadati arena pengajian. Tampak hadir pula para masyayikh dan di antaranya KH Ulin Nuha Arwani, KH Ulil Albab Arwani, KH Abdul Hadi Muthohar, KH Abdul Kholiq Murod, KH Ali Mahsun. Juga Nyai Hj Ishmah Ulin Nuha, Nyai Hj Zuhairoh Ulil Albab, Nyai Hj Mutammimah Harir dan para kiai lain. 

Para wisudawan terdiri dari khatimin dan khatimat bil ghaib 30 juz sebanyak 9 santri, binnadzar 30 juz putra 40 santri, putri 64 santri, juz amma putra 37 santri, dan juz amma putri sebanyak 90 santri.(Ben Zabidy/Ibnu Nawawi)


Terkait