Daerah

Masjid "Musafir" di Pusat Kota Semarang

Senin, 8 Agustus 2011 | 06:03 WIB

Semarang, NU Online
Warga Semarang pasti tahu dengan masjid Baiturahman, ya masjid yang dibangun 10 Agustus 1968 ini menjadi salah satu simbol Kota Semarang. Masjid yang didirikan di atas tanah seluas 11.765 m2 ini letaknya sangat strategis karena berada di pusat jantung kota Semarang, dan di sekitarnya terdapat pusat perbelanjaan dan perkantoran. Yakni di kawasan Simpang Lima.
<>
Awalnya masjid yang diresmikan 15 Desember 1974 oleh Presiden Soeharto ini ingin dijadikan wadah pertemuan umat Islam di Jawa Tengah, karena saat itu belum ada wadah Ukhuwah Islamiyah seperti MUI juga untuk pengembangan dakwah.

Periode pembangunan Masjid Baiturahman, dimulai tahun 1968 hingga 1974 dengan memancangkan tiang pancang sebagai pondasi masjid sebanyak 137 tiang pancang yang diperoleh dari bantuan Menteri Kehakiman. Selain itu juga, membangun kantor pengurus masjid yang berada di dekat masjid baiturahman.

Di dalam komplek Masjid Baiturahman juga terdapat mercu suar sebagai simbol serta untuk mengumandangkan adzan agar terdengar ke seluruh wilayah. Menara tersebut terdiri dari 3 bagian, yakni bagian kepala yang berbentuk segilima disesuaikan dengan bentuk mustaka masjid. Secara filosofis bertujuan mengingatkan kita terhadap kewajiban umat Islam yakni rukun Islam.

Selanjutnya bagian badan serta bagian tiang menara yang merupakan tangga untuk menuju atas menara.

Dalam perkembangannya, Masjid Baiturahman juga bisa dikatakan masjid musafir, karena banyak orang luar kota yang transit di masjid ini. Selama bulan Ramadan, takmir Masjid Baiturahman mengadakan berbagai kegiatan keagamaan.

Sekretariat Masjid Baiturahman Nadiroh menuturkan, kegiatan yang dilakukan hampir sama dengan yang dilakukan tahun sebelumnya. Diantaranya, kegiatan pengajian menjelang berbuka puasa, dan acara buka puasa bersama.

“Untuk meramaikan bulan Ramadhan juga mengadakan kursus mubaligh yang terbuka untuk umum,” tuturnya.

Selain itu, pelaksanaan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat plus 3 witir tiap malam dilakukan, dengan diikuti jamaah sekitar masjid maupun jamaah dari luar kota.  Di sela tarawih, diadakan ceramah umum.

Sebelumnya, tiap sore menjelang buka puasa, ada pengajian plus dialog yang diasuh beberapa ustad secara bergantian.

Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Ichwan


Terkait