Daerah

Kisah Pilu Penambang Belerang Kawah Ijen

Kamis, 26 Juli 2018 | 22:00 WIB

Kisah Pilu Penambang Belerang Kawah Ijen

Penambang di kawah Ijen (foto: Viva)

Banyuwangi, NU Online
Kawah Ijen merupakan danau kawah yang berada di puncak Gunung Ijen, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Keindahan kawah ijen dikenal tidak hanya di dalam negeri, namun juga di seluruh dunia.

Namun, di balik keindahan dan popularitasnya, ada kisah pilu perjuangan mencari nafkah para penambang belerang di kawah Gunung Ijen. Ratusan penambang belerang di kawah Gunung Ijen harus menempuh bahaya setiap hari. Mereka juga bekerja tanpa perlindungan. Risiko menghirup asap beracun, pun harus mereka hadapi.

Perjalanan menuju kawah Ijen juga tidak  mudah, harus melewati jalan offroad yang menantang. Tak hanya itu, mereka juga harus melakukan trekking sepanjang tiga kilometer. Para penambang harus naik turun kawah dengan membawa pikulan berat. 

Menurut Ketua Ranting Nahdlatul Ulama Desa Plampang, Kecamatan Kalipouro, Ustadz Busana, penambang belerang akan memulai tugasnya sejak dini hari. Di waktu itulah, para penambang belerang mulai mendaki ke puncak Gunung Ijen yang memiliki ketinggian 2.443 meter.

Para penambang menggunakan senter yang dipasang di kepala, jaket tipis dan sarung tangan. Ustadz Busana yang sempat jadi penambang pada sekitar tahun 1989, selain memanggul belerang juga harus membawa oncor, alat penerangan tradisional dari bambu. 

“Perjalanan ke puncak Gunung Ijen memakan waktu sekitar dua jam. Setelah sampai puncak para penambang menuruni lereng yang terjal untuk menuju kawah,” ujarnya saat ditemui di kediamannya, Rabu (25/7) malam.

Sambil memanggul keranjang bambu penuh belerang dengan berat sekitar 70 kilogram,,lanjut Ustadz Busana, para penambang pun kembali meniti jalur berbatu. Sesekali langkah mereka terhenti untuk beristirahat. “Berat memang, tapi bagaimanapun tetap harus mereka jalani agar asap di dapur terus mengepul demi anak istri," kisahnya.

Para penambang belerang harus turun sekitar 800 meter dari puncak Gunung Ijen ke mulut kawah. Untuk mendapatkan belerang, peralatan yang digunakan pun jauh dari kata aman. Mereka hanya menggunakan senter di kepala, jaket, kaus tipis, serta sarung tangan.

“Dilihat dulu anginnya, kalau angin lagi enggak ke arah kita, ya aman. Tapi kalau angin lagi ke arah kita, ya harus naik lagi. Jangan nekat, bahaya. Bisa mati," ujarnya serius.

Belerang-belerang itu akan dikumpulkan ke satu pengumpul di kaki gunung. “Hidup memang tidak pernah mudah bagi para penambang ini. Alam yang amat indah di sisi satu, dan kehidupan keras para penambang belerang di Kawah Ijen di sisi lain,” pungkasnya.

Mengetahui kondisi para penambang, Fauzi Arif, wakil ketua PCNU Banyuwangi mengungkapkan bahwa LAZISNU Banyuwangi tidak akan tutup mata. Pihaknya mengatakan LAZISNU akan memberikan bantuan untuk para penambang pada Ahad (29/7).

“Untuk awal kita akan menyediakan 45 paket bantuan, kemudian akan ada lanjutan seperti biaya pendidikan bagi anak-anak penambang. Bisa juga biaya berobat bagi mereka yang bermasalah kesehatannya,” tutupnya. (Faishol/Kendi Setiawan)



Terkait