Gerakan Santri Menulis dan Sarasehan Jurnalistik di Pesantren Futuhiyyah
Rabu, 24 Juni 2015 | 08:01 WIB
Demak, NU Online
Menulis merupakan salah satu sarana berdakwah dan mengamalkan ilmu yang telah menjadi budaya kita sejak dulu. Menyontoh tokoh-tokoh besar Islam dengan berbagai karyanya yang sampai saat ini masih banyak dibaca dan diajarkan.<>
“Ilmu seseorang akan hilang jika tidak diamalkan. Dengan menulis, bisa dijadikan sebagai media untuk mengajarkan kepada orang lain,” tutur KH Muhammad Hanif Muslih, Lc, Pengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak saat memberikan sambutan dalam acara Gerakan Santri Menulis, Sarasehan Jurnalistik Ramadhan Selasa, (23/6).
Namun, tambahnya, sebelum kita menulis sebaiknya juga diimbangi dengan memperbanyak membaca. Seperti Imam As-Suyuti yang memiliki banyak kitab dan sampai sekarang masih dibaca dan diajarkan. Dalam kata-kata mutiara arab ‘alkhottu miftahur rizqi’ yang artinya menulis adalah sebuah kunci rezeki.
Acara yang bertempat di aula Yayasan Pondok Pesantren Futuhiyyah itu dihadiri Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Demak Drs H Muhamad Thobiq MSi, Pimpinan Redaksi Suara Merdeka, Gunawan Permadi. Kegiatan yang digagas Suara Merdeka sejak tahun 1994 ini dihadiri ratusan santri dari berbagai pondok pesantren di sekitar Mranggen.
“Dengan kegiatan ini, semoga para santri mendapat inspirasi dan tumbuh keinginan yang kuat untuk menulis. Mengasah pikiran untuk mencari ide dalam menulis, sangat perlu para santri pelajari. Karena hal itu yang akan menumbuhkan semangat menulis agar tidak bingung ingin menulis apa,” ujar Gunawan.
Di sesi kedua, para santri diajarkan mengenai kinerja wartawan. Dari peliputan, berbagai macam bentuk berita sampai ke meja redaksi. Selain itu, salah satu pembicara Surya Yuli, Wartawan Suara Merdeka juga bercerita tentang seorang wartawan dalam mencari cara agar tidak berhenti menulis karena tidak ada ide atau inspirasi.
“Setiap wartawan pastilah mempunyai trik tersendiri dalam mencari inspirasi. Kalau saya biasanya pergi ke tempat keramaian atau tempat yang menarik untuk mencari inspirasi atau ide yang akan ditulis. Semisal ke pasar tradisional. Di dalam pasar kita bisa melihat berbagai penjual dan mungkin sesuatu kejadian yang tak kita duga,” ujar Surya.
Salah satu peserta, Arif mengungkapkan rasa mulai tertariknya menjadi penulis. “Menjadi penulis handal. Itulah yang terfikirkan dalam otak saya setelah mengikuti acara ini. Diceritakan mengenai asyiknya menjadi penulis, saya semakin tertarik untuk memulainya. Semoga acara seperti ini tidak hanya berhenti sampai di sini. Dan saya berharap masih ada pertemuan berikutnya,” kata santri Futuhiyyah ini. (Miftahul Khoir/Fathoni)