Nasional

Takjil Ramadhan, Melihat Proses Pembuatan Leumang di Kramat Senen

Jum, 29 Maret 2024 | 15:30 WIB

Takjil Ramadhan, Melihat Proses Pembuatan Leumang di Kramat Senen

Proses pembuatan leumang tapai di Kramat, Senen, Jakarta pada Kamis (28/3/2024). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Leumang tapai atau lemang bambu merupakan salah satu jenis makanan yang ramai dijajakan di bulan Ramadhan, dijadikan sebagai takjil. Makanan ini terbuat dari beras ketan dan santan yang dibakar di wadah bambu. Untuk penyajiannya sendiri bisa disantap langsung atau dipadukan dengan tapai ketan


Di kawasan Senen, tepatnya di Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, di belakang Sentra Kuliner Nasi Kapau terdapat tempat pembuatan lemang tapai. Dalam satu hari tempat ini bisa membuat 200 hingga 300 buah per hari.


Jalan Kramat Raya masih lengang pada Kamis (28/3/2024) pagi hanya ada satu dua kendaraan saja yang lewat, maklum masih pagi buta. Warung-warung yang menyajikan nasi kapau pun sudah tutup, tampak beberapa pedagang sedang membereskan barang dagangannya.


NU Online berkesempatan melihat secara langsung proses pembuatan lemang bakar ini. Tempat lemang milik Pak Minanto ini memulai proses pembuatan leumang dari jam 4 pagi.


Di tempat ini terdapat lima orang pekerja, mereka berbagi tugas, ada yang menyiapkan pembakaran, memasukkan daun pisang ke dalam wadah bambu, memasukkan beras ketan dan santan ke dalam wadah bambu.


"Saya sih nerusin punya mertua. Kalau mertua kurang lebih 30 tahunan lah, kalau saya mulai ngikut sudah 10 tahunan," ujar pria asal Purbalingga itu, Kamis.


Ia menjelaskan bahwa makanan lamang atau leumang merupakan makanan khas dari Sumatera, khususnya Aceh dan Minang, dan biasanya dimakan dengan tapai, bisa juga tergantung pada selera masing-masing.

 

Ia menambahkan bahwa resepnya tidak terlalu sulit, yang terdiri dari daun tua, daun muda, bambu, santan, garam, dan beras ketan. Sementara itu proses pembakarannya, memerlukan waktu sekitar tiga jam hingga masak.


Ia menceritakan bahwa selama bulan Ramadhan, penjualan bisa mencapai 200-300 per hari. Di mana yang membeli kebanyakan adalah para pedagang, nantinya para pedagang menjual dengan harga per satuan antara 30 sampai 35 ribu.


"Kalau yang dagang ramai ya Alhamdulillah pada habis. Kalau yang ramai bener sih Sabtu-Minggu, weekend, Alhamdulillah ya meningkat, pembakaran. Senin-Selasa biasanya sepi," imbuhnya


"Kalau pas Covid kemarin pengaruh gede sih, istilahnya banyak kurangnya, soalnya nggak bisa makan di tempat, belanja sistemnya online," jawabnya ketika ditanya perihal penjualan saat pandemi Covid-19.
 

Ia mengungkapkan bahwa ada lima orang yang bertugas dalam proses pembuatan, yang dimulai dari jam empat pagi dan bisa selesai sampai jam satu siang. Namun, jika pembakaran banyak, pekerjaan bisa berlangsung sampai jam dua atau tiga siang.


Mengenai omzet per hari, ia menjelaskan bahwa perhitungannya berdasarkan pendapatan kotor. Misalnya, untuk setiap 200 unit yang dijual, omzet kotor bisa mencapai sekitar 4 juta. Namun, angka tersebut masih belum termasuk pengeluaran untuk belanja dan biaya lainnya.


"Sekitar lima tahun kemarin, karena mertua meninggal, terus saya yang suruh berkecimpung di sini," jawabnya ketika ditanya sejak kapan meneruskan usaha mertua.


Ia mengatakan bahwa dalam dunia usaha, terkadang mengalami masa-masa sulit yang disebut dengan kolaps, terutama dengan kenaikan harga beras ketan yang kini mencapai angka 20 ribu. Ia menyarankan untuk bijaksana dalam menghadapi situasi tersebut.


"Ya, kalau cara bangkitnya sendiri, semangatin sendiri saja, soalnya namanya kita usaha pasti ada jatuhnya, ada naiknya. Keluarga yang nyemangatin, jangan sampai usaha ini tutup," ungkapnya.


Ia menjelaskan bahwa prinsip yang utama adalah menjaga kualitas lemang, karena rasanya tidak boleh berubah. Menurutnya, dalam dunia kuliner, ketika rasa berubah, persepsi orang terhadap masakan juga akan berbeda.

 

Oleh karena itu, fokusnya adalah menjaga kualitas rasa. Ia juga mengatakan bahwa hal ini menjadi panduan baginya dalam memperbaiki usahanya; setiap kekurangan yang ada menjadi masukan bagi perbaikan usahanya.


"Kadang kan tingkat kematangannya, kadang ada yang gosong, ouh berarti apinya kegedean, jadi kita perbaiki biar matangnya merata lah, bagus," jelasnya.


Ia mengatakan bahwa alasan utamanya saat ini adalah untuk meneruskan usaha mertuanya karena tidak ada yang meneruskan, sehingga dia memutuskan untuk melanjutkannya sendiri daripada menutup usaha tersebut. "Harapannya ke depan kita usaha kepenginnya maju sih, jangan sampai lupa sama kuliner lamang tapainya," ujarnya.


"Kalau buat buka cabang sendiri, kita kan pemasarannya emang sistemnya dari para pedagang. Jadi kalau misalkan kita lihat di sana prospeknya kurang, ya sini saja dulu lah, kalau itu pedagang yang jauh juga datang kok," imbuhnya.


"Kalau buat motivasi yang mau dagang, bisa dulu pesan ke sini, nanti kita promosikan Dari dulu di sini, paling orang luar yang datang ngambil ke sini. Alhamdulillah yang penting niat usaha kita baik lah gitu, jadi sama tetangga, sama daerah sini kita mesti kenal baik juga," pungkasnya.