Mesir, NU Online
Warga nahdliyin di Mesir kembali terhipnotis dengan orasi KH. Mustofa Bisri pada acara temu kader dan sarasehan, Jumat (6/8) kemaren, di Auditorium Wisma Nusantara. Sarasehan yang mengambil tema “Memahami Kembali Khittah 1926” ini menjadi ajang perdebatan dan gugatan atas “penyelewengan” oleh beberapa pihak.
Khittah menjadi topik yang sangat hangat tidak hanya pada dekade terakhir, namun semenjak ide ini digelindingkan oleh beberapa generasi muda NU kala itu. Sayangnya, konsep dan ide spektakuler ini tidak dipahami dengan baik oleh warga nahdliyin sehingga terjadilah kesalah pahaman.“Kalau kita mau membaca dan memahami khittah dengan baik, saya yakin tidak akan ada percekcokan”. Ujar Gus Mus meyakinkan.
<>Lebih lanjut Gus Mus mengatakan bahwa kemunduran dan keterbelakangan NU, selain karena hegemoni dan alienasi orde baru, adalah rasa malu dan ketakutan warga untuk mengakui ke-NU-annya. Hal itu dapat dilihat, misalnya, dari keengganan para politisi NU untuk mengakui secara terus terang identitas ke-NU-annya. “Sungguh sangat ironis memang, namun itulah sebuah kenyataan”. Celetuknya.
Menyinggung masalah perbedaan antara politisi NU dengan politisi lain, Gus Mus mengibaratkan; “Kalau orang NU menjadi pejabat atau politisi, mayoritas mereka menaggalkan kaca mata ke-NU-annya, dan menggantinya dengan kaca mata lain yang mendukung kepentingannya. Makanya, tak heran jika teman sendiri pun tidak dilihatnya”. Lanjut Gus Mus.
Pergulatan politik membuat syahwat sebagian warga nahdliyin memuncak, namun budayawan satu ini tidak tertarik sedikitpun untuk terjun kedalam politik praktis. Dunia sastra sudah menjadi pilihan hidupnya. Sampai-sampai, ketika ditanya mengenai kesiapan beliau untuk menjadi ketua tanfidziyah PBNU, dengan rendah hati Gus Mus mengatakan “masih banyak orang lain yang lebih mampu dari saya,” jawabnya tenang.
Dilain pihak, Nusron Wahid, mantan ketua PB-PMII, yang menjadi teman bicara Gus Mus dalam acara sarasehan ini menawarkan beberapa langkah yang harus dilakukan NU, untuk mengimplementasikan khittah. Diantara langkah-langkah tersebut adalah, NU harus mempu menciptakan bureaucratic society, political society dan satu hal lagi yang tak kalah penting adalah ekonomic society. Untuk mencapai hal tersebut tentunya dibutuhkan pembangunan infra struktur yang kuat. Penguasaan dalam segala bidang ilmu, ilmu hukum, politik, ekonomi, tehnik, informasi dan ilmu-ilmu dasar lainnya.
Saat ditanya tentang keterlibatannya dalam partai golkar, Nusron dengan apologetik menjawab “Golkar sekarang tidak sama dengan golkar yang dulu, kalau dulu golkar adalah militerism dan otoriterianism, tetapi sekarang ia adalah murni parpol sebagaimana PKB, PAN dan sebagainya,” tuturnya.
Lebih jauh mahasiswa lulusan UI jurusan sejarah ini mengatakan “Ya, kalau golkar kembali menjadi otoriter (reotoriterianizm), maka saya akan reevaluasi ijtihad politik saya,” tandas Nusron.
Pukul 24.00 WK acara diakhiri dengan istighosah dan doa bersama. Lantuan zikir itu seakan memecah dan merobek-robek dinding hati yang hadir di ruangan sederhana, Wisma Nusantara. Dalam keheningan malam itu, isak tangis terdengar sayup saat Gus Mus melantunkan doa-doanya, ada rasa kerinduan yang mendalam agar umat ini bersatu padu, tidak lagi terpecah belah, tidak lagi bercerai berai. “Bersatulah wahai umat Muhammad, kabulkanlah doa kami Ya... Allah”. Doa itu terdengar menutup acara.(MuN)
Terpopuler
1
PBNU Soroti Bentrok PWI-LS dan FPI: Negara Harus Turun Tangan Jadi Penengah
2
Khutbah Jumat: Jadilah Manusia yang Menebar Manfaat bagi Sesama
3
Khutbah Jumat Hari Anak: Didiklah Anak dengan Cinta dan Iman
4
Khutbah Jumat: Ketika Malu Hilang, Perbuatan Dosa Menjadi Biasa
5
Khutbah Jumat: Menjadi Muslim Produktif, Mengelola Waktu Sebagai Amanah
6
Khutbah Jumat: Jadilah Pelopor Terselenggaranya Kebaikan
Terkini
Lihat Semua