Warta

Tsunami : Bagaimana Begitu Banyak Hewan Lolos dari Maut ?

NU Online  ·  Rabu, 5 Januari 2005 | 02:51 WIB

Jakarta, NU Online
Banyak hewan kelihatannya dapat meloloskan diri dari tsunami pada 26 Desember 2004 yang menyapu garis pantai Lautan Hindia, berkat rasa akustik-nya yang sangat jauh lebih maju dari manusia, kata ahli ilmu hewan Perancis. Tayangan gambar sejumlah bagian di wilayah Taman Nasional Yala Sri Lanka, yang disiarkan melalui saluran-saluran berita televisi internasional, memperlihatkan bahwa hewan-hewan itu didesak banjir yang kian meninggi.

Namun tak ada tanda-tanda kematian gajah, macan tutul, rusa, serigala dan buaya, jenis-jenis binatang yang memberikan kemashuran bagi suaka alam tersebut. Tayangan itu menambah anekdot bersejarah mengenai gelombang seismik, gempa bumi dan letusan gunung berapi, yang dalam kesempatan itu burung-burung beterbangan, anjing-anjing melolong dan binatang-binatang ternak saling berdesakan mencari jalan aman sebelum terjadi serangan bencana.

<>

Jika itu kasusnya, kesintasan binatang kelihatannya bukan karena mereka memiliki indera ke-enam tapi berkat daya pendengarannya yang tajam atau sejumlah indera yang telah diketahui, demikian sejumlah pakar. "Dalam segala hal yang berhubungan dengan vibrasi (getaran), goncangan seismik atau suara gelombang laut, binatang-binatang memiliki kapasitas yang tidak dimiliki manusia," kata Herve Fritz, peneliti perilaku binatang pada Pusat Riset Ilmu Pengetahuan Nasional Perancis (CNRS).

"Gajah memiliki komunikasi infrasound. Mereka dapat mendengarkan suara itu dari jarak yang sangat jauh, dari jarak puluhan kilometer," katanya.

Infrasound merupakan istilah untuk suara berfrekuensi rendah, biasanya berkekuatan di bawah 20 Hertz, frekuensi di bawah ambang batas pendengaran manusia. Fritz menyatakan dua teori untuk menjelaskan bagaimana gajah mungkin memiliki kemampuan menangkap peringatan dini mengenai pendekatan gelombang: mereka dapat menangkap "tanda-tanda tanah" bergetar atau suara bising di udara, sebagai hasil dari "sesuatu yang besar", yang tidak dapat didengar oleh manusia.

Gajah-gajah itu tidak sendirian dalam menandai ancaman melalui getaran tersebut. Kelinci-kelinci dan hewan-hewan berkaki empat lainnya dapat merasakan adanya bahaya awal melalui tanah dan kelelawar, yang menggunakan salah satu bentuk sonar, yang cara kerjanya memantulkan sinyal suara dari obyek-obyek untuk menentukan posisi mereka, diyakini dapat mendeteksi bahaya melalui sedikit perubahan melalui sinyal jika obyek-obyeknya bergetar (bergerak).

Anne-Claude Gauthier, direktur Kebun Binatang Paris, menunjuk sejumlah binatang yang dapat mengembangkan sensor-sensor non-akustik yang sangat canggih.Binatang-binatang itu antara lain adalah burung merpati, yang amat peka terhadap perubahan-perubahan dalam tekanan atmosfir dan burung-burung yang bermigrasi dan lebah-lebah, yang memiliki kompas internal yang sangat akurat kendati dalam ukuran mungil yang bereaksi terhadap perubahan medan magnet Bumi.

Kelompok-kelompok hewan seperti gajah, rusa dan burung-burung juga punya "kode-kode peringatan" yang efisien --teriakan-teriakan khusus yang memungkinkan seluruh masyarakat agar menyelamatkan diri ketika diketahui ada bahaya, kata Gauthier. "Sebagian besar mamalia (binatang menyusui) daratan dapat keluar dari sejumlah kesulitan di air jika terdapat krisis, seperti melintasi sungai yang banjir," kata Fritz menambahkan. (atr/cih)