Warta

Tokoh Lintas Agama Tolak Radikalisasi Agama

NU Online  ·  Kamis, 14 Juli 2005 | 08:55 WIB

Jakarta, NU Online
Berbagai tokoh lintas agama menolak segala bentuk radikalisasi agama. Hal ini diungkapkan menyusul terjadinya serangan Front Pembela Islam (FPI) terhadap jama'ah Ahmadiyah yang sedang mengadakan Jalsah Salanah ke 46 di Bogor, 9 Juli lalu.

Acara yang di gelar Indonesian Conference on Relegion and peace (ICRP) di gedung PBNU, Kamis, (14/7) itu dihadiri antara lain, Ketua ICRP, Djohan Efendi, Dawan Rahardjo, Jalaludin Rahmat, Ulil Abshar Abdalla, ketua Ahmadiyah, Syafrullah pontoh, Penghayat keyakinan beragama, Permadi, penganut Sikh, Konichi, perwakilan wanita katolik, pendeta Sahirin dan perwakilan dari umat Islam.

<>

Para tokoh agama tersebut mengecam segala tindakan kekerasan dalam menjalankan agama oleh oknum yang sering mengatasnamakan agama, karena semua itu telah dijamin dalam UUD 45 sebagai konstitusi yang disepakati umat beragama di Indonesia, disamping dijamin oleh HAM. "Kejadian penyerangan yang dilakukan yang mengatasnamakan agama adalah sebuah kemunduran, padahal di tahun 1930 kita masih santun dalam menyikapi segala perbedaan," ungkap Djohan Effendi.

Kenyataan ini, lanjut Djohan menunjukkan betapa masih rawannya hubungan antar umat beragama di Indonesia. Seringkali konflik, ketegangan, dan pertentangan yang terjadi di masyarakat tidak dapat disikapi dengan cara yang santun dan bermoral. "Memang dalam menjalani dan menyikapi keyakinan pasti ada perbedaan tetapi bukan berarti harus dengan cara kekerasan," tandasnya dihadapan puluhan wartawan.

Sementara itu, ungkapan yang bernada keras dilontarkan Dawam Rahardjo, menurutnya sekarang ini umat Islam sudah sakit jiwa, banyak tindakan yang diambil kerap menimbulkan keresahan yang berbuntut radikalisasi."Sumber segala kekacuan itu adalah MUI yang telah mengeluarkan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah, dan aliran kepercayaan lainnya," paparnya.

Mestinya, kata Dawan, biarkan saja keyakinan mereka tumbuh dan dihayati, negara dalam hal ini, MUI, Depag jangan memberi "cap" dan stateman yang dapat meicu konflik horizontal di masyarakat. "Ini bukti keberagamaan kita masih sangat bersifat simbolik dan penghayatan terhadap nilai-nilai agama yang masih dangkal," tandas mantan rektor Unisma Bekasi ini.

Dalam kesempatan itu, Syafrudin Pontoh yang mewakili Ahmadiyah menyerukan kepada semua umat beragama untuk meredam gejolak yang mengatasnamakan agama. Menurutnya tindakan yang dialami (penyerangan ahmadiyah-red) bukan semata serangan terhadap Ahmadiyah tetapi serangan terhadap kebebasan beragama dan HAM. "Mari bersama-sama meredamkan bara yang masih menyala dengan semangat menghormati keyakinan dalam beragama," ajaknya.

Sekadar diketahui, serangan terhadap Jama'aah Ahmadiyah bukan yang pertama kali. Sebelumnya di Lombok awal September 2002 pernah terjadi penyerangan dengan merusak 30 rumah warga Ahmadiyah, dan di Kuningan-Jawa Barat, dengan modus yang sama. Para pengunjuk rasa tersebut menganggap ajaran Ahmadiyah yang mempercayai kenabian Mirza Ghulam Ahmad, pemimpin meraka sesat. (cih)