Jakarta, NU Online
Keberhasilan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dalam menggunakan tes Deoxyrebose Nucleic Acid (DNA) untuk menemukan pelaku bom bunuh diri di depan Kedutaan Besar Australia, Kamis (9/9) bulan lalu, telah mendorong Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) menyelenggarakan seminar dan lokakarya Pra Muktamar NU ke-31 mengenai test DNA.
“Seminar tentang DNA memang baru pertama diselenggarakan PBNU. Ini penting, sebab terkait penemuan pelaku peledakan bom di depan kedubes Australia kemarin yang pembuktiannya dilakukan dengan menggunakan tes DNA,”kata Wakil Sekjen PBNU Saiful Bahri Anshori kepada NU Online, Senin (11/10).
<>Wakil Sekjen PBNU yang mantan ketua umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) ini memaparkan tentang pentingnya PBNU membahas tes DNA dalam seminar hari ini. “Kalau dari tes DNA pelaku bom bunuh diri yang misterius identitasnya dapat ditemukan, tentu dengan tes yang sama seseorang yang mengaku sebagai ahli waris yang diragukan dapat pula dibuktikan,”kata Saiful.
“Dengan Semiloka ini, apakah pembuktian ahli waris dengan menggunakan tes DNA bisa mendapatkan pengukuhan dari hukum fikih? Diperbolehkan atau tidak penggunaan tes DNA untuk menentukan ahli waris yang sah akan dikaji oleh ulama ahli fikih pada Semiloka hari ini,”kata Saiful.
Untuk membahas hal itu, PBNU menghadirkan para pakar forensik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) A. Saifudin Noer, dan Yoni Fuada Syukriani ahli forensik dari Universitas Padjajaran (Unpad). Sedangkan untuk perspektif fikih KH. Mashuri Naim.
Bila ditelusuri, metode DNA bermula dari temuan hukum penurunan sifat pada 1865 oleh ahli botani Austria Gregor Mendel. Meski tidak banyak dikenal orang hingga akhir abad ke-19, penemuan Mendel mendapat perhatian besar di awal tahun 1900-an. Inilah awal kelahiran ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan kromosom ditemukan. Pada tahun 1950, penemuan struktur molekul DNA yang berisi informasi genetis (keturunan) menghempaskan teori evolusi ke dalam krisis.
Tak kalah penting, dalam Semiloka hari ini, PBNU juga mengangkat lokalisasi untuk pekerja seks komersial (PSK). Menurut Saiful, pembahasan legalisasi PSK berawal dari upaya beberapa oknum pemerintah agar praktik pelacuran dilokalisir. Tujuan pembahasan tema ini, kata Saiful, adalah untuk menjawab, apakah legalisasi dari lokalisasi PSK dapat dibenarkan fikih demi menghindarkan masyarakat luas dari kerusakan moral dan penyakit menular, khususnya HIV/AIDS?
Mubes Nasional Warga NU
Sementara itu, Musyawarah Besar (Mubes) Nasional warga NU yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, 8-10 Oktober telah menghasilkan beberapa butir rekomendasi dari sembilan komisi yang akan diusulkan dalam Muktamar NU ke-31 Akhir November nanti. Di samping rekomendasi dari Komisi Aswaja, Khittah, dan Relasi NU-Politik, Komisi Petani, dan Buruh juga banyak mendapat perhatian.
Komisi Petani menghasilkan lima butir rekomendasi untuk ditindaklanjuti di antaranya: Reformasi agraria, dari mulai kepemilikian tanah, sistem sewa menyewa dan gadai dan bagi hasil. Komisi Petani memberikan contoh reformasi agraria di sektor kepemilikan tanah. Menurut Komisi Petani sebagaimana disampaikan dalam press release yang dikirim kepada NU Online, pemerintah harus membuka lahan baru untuk petani, bukan diserahkan kepada pengusaha seperti memperbanyak Hak Penguasaan Hutan (HPH).
Komisi Petani Mubes Nasional Warga NU juga menuntut pemerintah untuk menghentikan impor bila petani di dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan rangsangan untuk petani agar bisa mengembangkan pertaniannya dan tidak mematikan petani di dalam negeri.
Komisi Petani juga menuntut pemerintah untuk memperkenalkan adanya hak asasi kaum tani. Komisi yang ditugasi untuk mengkaji persoalan – persoalan yang dihadapi kaum tani ini juga merekomendasikan, agar paguyuban terus menerus diperbanyak. Serikat tani perlu dibentuk dari bawah, bukan lembaga-lembaga formal semacam HKTI. Hal ini penting untuk mempererat jaringan dan advokasi untuk pembelaan hak-hak kaum tani.
Dalam butir kelima dari rekomendasi Komisi Petani ditekankan keharusan kepada NU sebagai jamiyah untuk membantu kaum tani dengan tiga jalan seperti disebutkan di atas; reformasi agraria, menolak impor yang merugikan petani, pengakuan atas hak asasi petani dan mensolidkan serikat tani NU.(Dul)
Terpopuler
1
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
2
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
3
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
4
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
5
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
6
Kurangi Ketergantungan Gadget, Menteri PPPA Ajak Anak Hidupkan Permainan Tradisional
Terkini
Lihat Semua