Terpilih Jadi Presiden WCRP karena Tak Mau Dicalonkan
NU Online · Senin, 4 September 2006 | 09:56 WIB
Jakarta, NU Online
Terpilihnya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi sebagai salah satu presiden Konferensi Dunia Agama untuk Perdamaian (World Conference on Religion for Peace/WCRP) di Kyoto, Jepang, 25-29 Agustus lalu, ternyata menyisakan cerita menarik. Pemimpin organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia ini terpilih karena tak mau dicalonkan.
Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP Djohan Effendi yang juga turut dalam pertemuan tokoh-tokoh lintas agama dari seluruh dunia itu menceritakan, sejak awal Hasyim Muzadi memang tak bersedia untuk dicalonkan menduduki jabatan bergengsi yang sebelumnya diisi oleh mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi’i Ma’arif tersebut.
<>“Pak Hasyim (Muzadi, red) dari awal memang nggak mau dicalonkan. Menjelang pemilihan, saya telepon beliau untuk meminta kesediaannya, waktu itu beliau sedang ada di Jeddah (Arab Saudi), tetapi juga tetap nggak mau,” ungkap Djohan kepada wartawan di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (4/9). Turut mendampinginya dalam kesempatan tersebut Ketua PBNU Rozy Munir, petinggi ICRP, Siti Musdah Mulia dan Johanes N Hariyanto, SJ.
“Beliau bilang, lebih baik tetap Pak Syafi’i (Ma’arif, red) saja,” terang Djohan menirukan pernyataan Hasyim.
Lantas apa pasal hingga Hasyim tetap didaulat untuk mengemban amanah tersebut? Djohan mengungkapkan, ada beberapa alasan, pertama, karena Syafi’i Ma’arif sendiri juga menolak untuk dicalonkan kembali. “Kalau Pak Syafi’i nggak mau, kesimpulan saya berarti Pak Syafi’i mendukung Pak Hasyim,” tandasnya.
Kedua, menurutnya, dalam etika beragama, barang siapa yang menolak dicalonkan untuk menjadi pemimpin, maka dialah orang yang pantas menduduki jabatan tersebut. Meski dikatakannya ada yang bersedia dan mencalonkan diri, yakni Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin, namun pihaknya tetap menjagokan Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur itu.
“Maka kami sepakat untuk tetap mencalonkan Pak Hasyim walaupun Pak Din Syamsudin mau mencalonkan diri,” kata Djohan.
Alasan lain yang juga tak kalah pentingnya, imbuh Djohan, karena selain mewakili muslim Indonesia, Hasyim juga merupakan pemimpin ormas Islam terbesar di Indonesia. NU, sebagai komunitas muslim berbasis Sunni terbesar di Indonesia bahkan di dunia, juga menjadi bahan pertimbangan lainnya. “NU sebagai ormas Islam terbesar tentu tidak bisa diabaikan,” tandasnya.
Selain itu, katanya, Hasyim dipilih juga karena kiprahnya dalam upaya pengembangan perdamaian, baik di tingkat nasional maupun internasional. Beberapa waktu lalu, PBNU menggelar Konferensi Internasional Cendekiawan Muslim (International Conference of Islamic Scholar/ICIS). Acara tersebut dihadiri sekitar 300 ulama/cendekiawan muslim dari 53 negara. PBNU juga membantu resolusi konflik di Thailand Selatan.
WCRP adalah organisasi lintas agama yang menghimpun tokoh-tokoh berbagai agama dari seluruh dunia dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia. Pada pertemuan itu, hadir 600-an tokoh dari 20 agama dari 100 negara di dunia. Organisasi yang berpusat di Markas PBB, di New York itu didirikan pada tahun 1970.
Beberapa program yang dijalankan adalah menghentikan perang, mengakhiri kemiskinan dan melindungi bumi. Mereka telah berupaya untuk membantu upaya rekonsiliasi di Irak, menjadi mediator dalam perang antar-suku di Sierra Leone serta membantu jutaan anak yang terinfeksi virus HIV di Afrika. (rif)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Inilah Obat bagi Jiwa yang Hampa dan Kering
2
Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
3
Khutbah Jumat: Belajar dari Pohon Kurma dan Kelapa untuk Jadi Muslim Kuat dan Bermanfaat
4
Kontroversi MAN 1 Tegal: Keluarkan Siswi Juara Renang dari Sekolah
5
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
6
Ekologi vs Ekstraksi: Beberapa Putusan Munas NU untuk Lindungi Alam
Terkini
Lihat Semua