Jakarta, NU Online
Katib Syuriyah PBNU KH Afifuddin Muhajir berpendapat, orang-orang yang selama ini mengharamkan hormat bendera merah putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Pancasila sebaiknya ditelusuri, jangan-jangan pandangan sebenarnya bukan karena ajaran agama, tetapi pandangan politik, yaitu mereka yang selama ini tidak mengakui NKRI
Bagi NU, katanya, para ulama dahulu berpandangan dan turut memperjuangkan berdirinya NKRI ini sehingga Indonesia adalah negera yang sah. Sebagai konsekuensinya, harus dipertahankan dan seluruh warga negara berkewajiban mematuhi segala aturan dan UU.
<>
“Sekaligus kita juga harus mencintai negara ini, salah satu wujud kecintaan ini antara lain adalah menghormati bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Ini semata-mata harus dimaknai sebagai penghormatan, bukan penyembahan,” katanya, Rabu (15/6).
Menurut Islam, tak ada aturan yang secara tegas melarang atau menganjurkan penghormatan terhadap bendera atau menyanyikan lagu kebangsaan. Jika ada Undang-Undang yang memang mengatur hal ini, itu sah dan menjadi keniscayaan untuk melakukan.
Dijelaskannya, penghormatan terhadap Islam juga melalui simbol-simbol Islam, seperti menghormati para Nabi, ulama, Al Qur’an, masjid dan lainnya. Kerancuan terhadap makna penghormatan terhadap nabi juga dilakukan oleh kelompok Islam konservatif tekstual ini. Mereka melarang mengagungkan Nabi. Bagi NU, mengagungkan Nabi sebagai pemberi petunjuk sangat disarankan, asal jangan sampai pada tataran menyembah atau menuhankannya.
"Penghormatan merupakan perwujudan rasa cinta, cinta tanah air dianjurkan dalam agama. Melalui salah satu sabdanya Nabi mengatakan bahwa Makkah sebagai tanah kelahirannya merupakan bumi Allah yang paling ia cintai," terangnya.
Bagi Kiai Afifuddin, yang kini menjadi Wakil Pengasuh PP Sukorejo Asembagus Situbondo ini, mereka yang menentang penghormatan kepada simbol-simbol negara ini harus diajak melakukan dialog. “Jangan sampai melakukan tindakan kekerasan, tetapi melalui dialog dan maudhoh hasanah sebagaimana menghadapi yang lainnya,” katanya.
Hal ini bisa dimulai berangkat dari pandangan masing-masing tentang negara ini, apakah NKRI sah atau tidak. “Saya juga setuju dengan negara Islam, tetapi sebagai perwujudan dari negara yang berkeadilan, menjunjung tinggi hak asasi manusia, negera yang berketuhanan,” terangnya.
Penulis: Mukafi Niam
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua