Syarat Capres Kembali ke UUD 1945, Gus Dur Dipastikan Lolos
NU Online · Senin, 23 Juni 2008 | 02:48 WIB
Panitia Kerja (Panja RUU) Pilpres menyepakati syarat calon presiden (capres) dikembalikan kepada ketentuan dalam UUD 1945, yakni mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas presiden dan wakil presiden, tanpa adanya penjelasan lebih lanjut.
Dengan demikian Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dipastikan lolos dari perangkap syarat kesehatan dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden (RUU Pilpres) apabila dirinya akan kembali maju sebagai calon presiden RI 2009.<>
''Terkait pasal kesehatan, setelah dua hari putaran, disepakati syarat kesehatan dikembalikan ke UUD 1945,'' kata Anggota Panja RUU Pilpres dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Abdullah Azwar Anas di Jakarta, Jumat (20/6) lalu.
Sebelumnya sejumlah usulan fraksi dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) memang bisa mengganjal Gus Dur. Fraksi Partai Demokrat (FPD), misalnya, mengusulkan syarat calon presiden (capres) harus bisa membaca dan menulis. Ditambahkan juga, capres supaya sehat jasmani dan jiwa, serta sejumlah usulan lainnya.
Setelah melakukan perdebatan yang cukup lama, akhirnya disepakati syarat kesehatan dikembalikan ke UUD saja. Namun FPDI, FPPP, serta sejumlah fraksi lainnya, agar dibuat pasal penjelasan.
''Pasal penjelasan itu diusulkan supaya KPU (Komisi Pemilihan Umum) menunjuk dokter untuk menentukannya,'' jelas Anas.
Bagi FKB usulan ini masih bisa mengganjal Gus Dur. Pengalaman Pilpres 2004 lalu, Gus Dur dinyatakan oleh dokter tidak memenuhi syarat kesehatan. ''PKB menolak usulan itu, dan setelah ditunda, akhirnya disepakati tidak ada pasal penjelasan,'' ujar Anas.
Semakin pasal itu dijelaskan, kilah Anas, justru pasal tersebut menjadi makin tidak jelas. ''Dokter hanya mampu melihat kesehatan jasmani. Tapi bagaimana dengan kesehatan rohani,'' tandasnya.
Sementara itu Ketua Pansus RUU Pilpres, Ferry Mursyidan Baldan, menjelaskan, secara substansi RUU Pilpres tidak akan menghambat seseorang untuk maju. Karena itu kalau pun ada pasal penjelasan, maka bunyi penjelasannya tidak akan membuat norma baru atas ketentuan yang sudah diatur di UUD.
''Kalau ternyata tidak butuh penjelasan, ya tidak perlu ada pasal penjelasan,'' ungkap Ferry. (nif/nam)
Terpopuler
1
3 Jenis Puasa Sunnah di Bulan Muharram
2
Niat Puasa Muharram Lengkap dengan Terjemahnya
3
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
4
Keutamaan Bulan Muharram dan Amalan Paling Utama di Dalamnya
5
Khutbah Jumat: Persatuan Umat Lebih Utama dari Sentimen Sektarian
6
Innalillahi, Buya Bagindo Leter Ulama NU Minang Meninggal Dunia dalam Usia 91 Tahun
Terkini
Lihat Semua