Subki Risya: Lindungi TKI Meski Masa Amnesti Telah Habis
NU Online · Jumat, 18 Februari 2005 | 02:16 WIB
Jakarta, NU Online
Selama gaji hasil kerjanya belum dibayar oleh majikannya di Malaysia, pemerintah harus tetap melindungi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari ancaman hukuman cambuk meski amnesti bagi TKI ilegal telah berakhir 1 Maret.
“Jangan karena masa amnesti telah habis, pemerintah malah ikut-ikutan meminta TKI dicambuki,” kata Subki Risya menjawab pertanyaan NU Online di ruang kerjanya, Jumat (18/2).
<>Anggota Komisi IX DPR RI yang salah satunya menangani masalah TKI ini menyayangkan persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang disampaikan dalam pertemuannya dengan PM Malaysia Datuk Sri Abdullah Badawi bila TKI ilegal ditindak tegas saat amnesti berakhir pada 1 Maret.
Seharusnya, kata Risya, pemerintah semaksimal mungkin memanfaatkan jalur diplomasi untuk mencegah pemberlakuan hukuman cambuk, denda maupun kurungan itu. Sebab, lanjut Risya, tenaga kerja dari manapun tidak ada yang menginginkan mendapatkan hukuman hanya karena tidak punya Surat Laksana Paspor. Itu semua dilakukan karena terpaksa. “TKI sebenarnya ingin kembali ke tanah air sebelum masa amnesti habis, tapi kalau gaji hasil kerja keras mereka tidak dibayar bagaimana mau pulang dan mempertanggungjawabkannya kepada keluarga mereka di Indonesia, juga teman-temannya sesama TKI yang gajinya juga belum dibayarkan," tanya dia dengan nada retoris.
Sebenarnya, kata Risya, selain belum adanya pembayaran gaji, masih banyak dalih yang bisa digunakan untuk mencegah pemberlakuan hukuman kepada TKI Maret mendatang. Di antaranya, ungkap Risya, masalah ketidakadilan perlakuan hukum yang diberikan pemerintah setempat kepada TKI. “Memang benar status ilegal itu pelanggaran hukum, tapi menggunakan jasa TKI ilegal saya kira juga pelanggaran oleh para pengusaha di Malaysia, apalagi para majikan itu tidak memenuhi kewajiban mereka kepada para TKI itu,” kata anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI menyoal gaji TKI yang tidak dibayar.
“Dalih-dalih itu cukup kuat digunakan pemerintah sebagai modal diplomasi guna melindungi para TKI, meski masa amnesti telah berakhir pada 1 Maret nanti,” tandasnya.
Kendati dalam waktu dekat, TKI menghadapi ancaman hukuman di Negeri Jiran, Risya tidak lupa, bahwa status TKI menjadi ilegal sehingga mendapatkan perlakuan tidak adil, faktor penyebabnya berasal dari dalam negeri sendiri. Disebutkannya, bahwa birokrasi yang rumit acapkali menyulitkan para calon TKI untuk mengurus perizinan. Akibatnya, tambah Risya, para calon TKI terpaksa ambil jalan pintas masuk dengan hanya berbekal visa kunjungan, yang fungsinya hanya untuk jalan-jalan saja di Negeri Jiran.
“Kalau birokrasinya menyulitkan, bagaimana mau dapat pekerjaan, nyari makan saja susah,”ujar politisi kelahiran Tulungagung, 2 Januari 43 tahun silam ini.
Selain itu, kata Risya, seseorang menjadi TKI ilegal, bisa jadi karena faktor biro jasa yang berjumlah besar, dan seringkali menunjukkan jalan termudah untuk bisa bekerja di negara-negara yang membutuhkan tenaga kerja asal Indonesia. Jalan mudah ini tak jarang dipilih calon TKI, karena lebih murah dibanding jalur resmi yang supermahal, dan tak jarang berlumur pungutan. Sementara biro jasa tetap dapat mengeruk keuntungan besar-besaran.
“Saya tidak menyebut mereka calo, tapi biro jasa (Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia-PJTKI: Red.) yang berjumlah besar itu harus diverifikasi ulang, sejauh mana mereka itu benar-benar menempatkan TKI itu secara proporsional. Karena seringkali terjadi, setelah ditangani salah satu biro jasa, lalu penempatannya tidak jelas. Jatuhlah TKI itu menjadi tenaga kerja ilegal,” papar istri dari Lailatun Nisfah.
Jika setelah diverifikasi ternyata biro jasa itu tidak menempatkan TKI secara proporsional, kata Risya, berdasarkan tingkat kesalahannya itu, maka pemerintah harus memberikan hukuman yang sesuai aturan hukum yang berlaku. “Kalau tidak bertindak tegas, sampai kapanpun akan terjadi pengulangan kasus-kasus TKI ilegal,” tegas Risya.
“Jadi pemerintah jangan hanya mau devisa yang diperoleh TKI. Mereka juga harus dilindungi sebagai warga negara yang punya hak hukum. Sehingga pengurusan masalah-masalah TKI yang dikatakan sebelumnya oleh pemerintah dengan sistem satu atap jangan hanya menjadi slogan formal, tapi subtansinya kosong melompong,” tuntas politisi PKB yang dipilih di Daerah Pemilihan Jawa Timur VII ini. (Dul)
Terpopuler
1
Kader PMII Dipiting saat Kunjungan Gibran di Blitar, Beda Sikap ketika Masih Jadi Wali Kota
2
Pihak MAN 1 Tegal Bantah Keluarkan Siswi Berprestasi Gara-gara Baju Renang
3
Kronologi Siswi MAN 1 Tegal Dikeluarkan Pihak Sekolah
4
Negara G7 Dukung Israel, Dubes Iran Tegaskan Hindari Perluasan Wilayah Konflik
5
KH Miftachul Akhyar: Menjadi Khalifah di Bumi Harus Dimulai dari Pemahaman dan Keadilan
6
Amerika Bom 3 Situs Nuklir Iran, Ekskalasi Perang Semakin Meluas
Terkini
Lihat Semua