Warta

Solahuddin Wahid : "NU Tetap Satu"

NU Online  ·  Selasa, 29 April 2003 | 08:12 WIB

Surabaya, NU.Online.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Solahuddin Wahid menyatakan bahwa NU tetap utuh membantah adanya konflik antara NU dan PKB terutama antara Ketua Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi.

"Tidak ada, karena Gus Dur itu selain Ketua Dewan Syuro DPP PKB, juga anggota Mustasyar PBNU," ungkapnya di Surabaya, Senin (28/4) menanggapi pernyataan Gus Dur mengenai posisi KH Hasyim Muzadi di PBNU terkait pencalonan dirinya sebagai capres.

<>

Sebelumnya, Gus Dur di Jakarta (24/4) menyatakan Hasyim Muzadi harus meletakan jabatannya dari PBNU dan jika tetap bersikeras mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden. Menurut Solahuddin Wahid, ucapan Gus Dur yang terkesan pedas itu pada prinsipnya dapat dibenarkan, karena dia memang hanya memberi peringatan agar NU tidak terlibat dalam masalah politik praktis.

"Itu pernyataan wajar, karena dia tidak ingin NU terlibat terlalu jauh dalam masalah politik praktis, sebab politik praktis memang bukan urusan ormas seperti NU, tetapi urusan partai politik. Maka, urusan presiden harus diserahkan ke PKB," katanya.

Oleh karena itu, Mukernas PKB pada bulan depan diharapkan akan melahirkan mekanisme dan prosedur yang baku dari PKB untuk menggali aspirasi masyarakat bawah dalam masalah calon presiden dan wakil presiden.
Tentang peluang Gus Dur sebagai calon presiden, ia mengatakan hal itu belum diputuskan PKB dan masih taraf usulan dari dirinya, Alwi Shihab, dan Mahfud MD. "Saya usul begitu untuk penghormatan dan melihat masyarakat bawah  yang memang masih menghendakinya," ujarnya.

Namun, sambung Solahuddin Wahid yang juga salah seorang Ketua Komnas HAM itu, dirinya mempunyai tiga kriteria untuk presiden mendatang yakni integritas yang tinggi, kapabilitas dan akseptabilitas. "Integritas itu menyangkut kejujuran, keberanian bersikap, dan hidup sederhana. Sedangkan kapabilitas menyangkut kecerdasan, wawasan yang luas, dan mampu melimpahkan wewenang secara baik," paparnya.
Ia menjelaskan, integritas dan kapabilitas itu merupakan kriteria dengan nilai 50 persen, sedangkan 50 persen lainnya adalah akseptabilitas yang menyangkut bobot dukungan masyarakat.

"Tapi, saya punya satu harapan lagi yakni presiden mendatang harus tipe pekerja. Masalah mendasar bangsa Indonesia saat ini adalah penegakan hukum, sehingga dibutuhkan presiden dengan tipe man of action, karena itu Bung Karno yang merasa sebagai tipe pemikir akhirnya menunjuk Ir Juanda seorang teknokrat, sebagai pelaksana program," terangnya. (Ant/ima/kcm)(Cih&Mkf)
Â