Warta LAPORAN DARI MESIR

Serangkaian Ketegangan Dimulai Awal Januari

NU Online  ·  Jumat, 28 Januari 2011 | 05:34 WIB

Kairo, NU Online
Bulan Januari 2011 merupakan momen yang tidak bisa dilupakan khususnya oleh negara-negara Timur Tengah. Pada bulan ini secera beruntun terjadi peristiwa-peristiwa besar yang sangat menentukan nasib masa depan negara-negara tersebut.

Dimulai dari meletusnya bom bunuh diri pada tanggal 1 Januari di salah satu gereja Koptik Alexandria yang menewaskan 23 korban. Aksi bom bunuh diri ini hingga sekarang mengakibatkan kerenggangan hubungan beragama antara Islam dan Kristen di Mesir. Tidak hanya itu saja kerenggangan hubungan juga terjadi antara gereja Vatikan dan Universitas Al-Azhar yang sama-sama sebagai institusi keagamaan tertinggi di dunia.<>

Pada tanggal 6 Januari muncul gerakan separatis Sudan Selatan yang ingin memisahkan diri dari Sudan Utara untuk mendirikan pemerintahan yang baru. Lalu peristiwa yang tak kalah heboh dan memberikan efek yang sangat besar bagi negara-negara Timur Tengah adalah revolusi Tunisia yang melutus pada tanggal 14 Januari. Revolusi ini dianggap sebagai revolusi pertama - selama 60 tahun- yang terjadi di belahan dunia Arab dan Tunisia pada khususnya.

Revolusi Tunisia dipicu dengan aksi pembakaran diri Mohammed Bouzizi –seorang pedagang sayur- di depan gedung parlemen Tunisia. Aksi ini akhirnya memberikan respon yang mengakibatkan rakyat Tunisia turun ke jalan dan berakhir dengan pengunduran diri presidennya.

Melalui beberapa media, berita mengenai revolusi Tunis ini menyebar dengan cepat, dan memberikan inspirasi bagi negara-negara tetangganya untuk segera melakukan reformasi. Seperti; Yordan, Muretania, al-Jazair dan Mesir sendiri yang dimulai kemarin malam (25-1-2011) yang bertepatan dengan hari jadi kepolisian Mesir.

Di Mesir, sebelum melakukan demonstrasi secara serentak di kota-kota besarnya. Telah terjadi beberapa peristiwa bunuh diri yang persis dilakukan oleh Muhammad Bouzizi; dengan membakar diri atau terjun dari gedung. Tercatat 6 orang yang telah melakukan hal naas tersebut.

Lebih dari 30.000 demonstran anti pemerintahan Mesir berkumpul kemarin malam di alun-alun kota Tahrir. Dalam aksi tersebut, para demonstran menuntut kepada pemerintahan untuk segara mengakhiri masa darurat militer yang telah berlangsung hampir selama 30 tahun, lalu membatasi masa jabatan presiden hanya 2 periode saja dan menuntut Menteri Dalam Negeri; Habib al-Adly untuk turun dari jabatannya.

Para pendukung demonstrasi ini kebanyakan adalah dari partai atau organisasi oposisi pemerintahan. Yang terlihat dalam aksi tersebut adalah kelompok Gerakan 6 April, partai oposisi el-Ghad, Ikhwanul Muslimin, dan partai el-Wafd, bahkan mantan kepala pengawas nuklir PBB Mohammed El Baradei yang setahun terakhir santer diberitakan sebagai calon presiden dalam Pemilu mendatang, juga mengambil bagian dalam aksi protes tersebut.

Tidak hanya di Tahrir, demonstrasi juga terjadi di Port Said, Tanta, al-Mahala, Asyut, al-Bahira dan al-Qouyum.

Seperti dilansir dari Observatorium al-Ikhbari Rasad, yang dikelola oleh para jurnalis aktifis oposisi, mengatakan bahwa jumlah demonstran secara keseluruhan berkisar antara 200.000 hingga 300.000 ribu orang.

Jamal Mubarok yang diramalkan akan menjadi pengganti ayahnya, dikabarkan oleh al-Akhbar al-Arab bahwa sebelum aksi demonstrasi dimulai, ia telah terbang ke Inggris bersama ibunya. Seruan revolusi pun makin menyeruak. (Anas)