Warta

Seputar Pengusiran Jamaah IJABI di Bondowoso

NU Online  ·  Kamis, 4 Januari 2007 | 20:21 WIB

PENGUSIRAN warga atas para jamaah IJABI di Bondowoso, akhir Desember lalu,  masih menyisakan polemik tersendiri di kalangan kiai. Bagaimanapun, konflik di lapisan bawah yang berakar pada perbedaan paham, itu bisa diantisipasi kalau kedua belah pihak saling mengerti dan mau memahami.

“Sayangnya, mereka itu suka mencaci-maki para Sahabat Rasul dalam pengajiannya,” kata Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jember, KH Muhyiddin Abdusshomad, menirukan laporan dari beberapa pengurus NU yang lain di daerahnya. Karena itu, ia tidak heran kalau masyarakat mereaksinya dengan keras, karena Sahabat Rasul adalah orang yang harus di hormati di kalangan Sunni (NU).

<>

Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris) Jember itu menuturkan, sebenarnya pengajian Syiah juga banyak terjadi di daerah lain. Terutama di daerah-daerah yang ada kampung Arab-nya, seperti Jember, Banyuwangi, Bangil, dan Surabaya. Namun kenapa hanya Bondowoso yang bergolak? “Karena para jamaah IJABI sedang euphoria. Mereka tidak mengerti perasaan warga sekitar yang mayoritas kaum sunni,” kata Kiai Muhyiddin.

Bagi Kiai Muhyiddin, ada beberapa kemungkinan mengapa peristiwa itu bisa terjadi. Pertama, pola pikir Ustadz Mushawwir, tokoh IJABI Bondowoso, masih labil. Ia begitu gampang terpengaruh paham lain, tanpa melakukan komparasi lebih dulu pada orang yang lebih paham tentang Syiah, dari kalangan ahlussunnah waljamaah. Ustad Mushawwir, bagi Kiai Muhiyidin, bukanlah orang lain. Mereka sudah saling kenal, karena keduanya sama-sama alumni Sidogiri. Tapi sayang, keduanya harus berbeda jalan. Akibat euforia itu, ia lepas kontrol.

Kemungkinan kedua, berdasarkan isu yang berkembang, adalah menyangkut materi dari kelompok Syiah. Isu yang bergulir menyebutkan, setelah menjadi tokoh Syiah di Bondowoso, perkembangan ekonomi Ustadz Mushawwir berubah drastis. Dari yang semula hidup biasa-biasa saja, berubah menjadi mewah. Warga menjadi curiga. Anggapan warga, semua itu ada kaitanya dengan program pengembangan Syiah di Bondowoso. Dia dimodali dari pusat.

Kemungkinan ketiga, dari PCNU dan MWC sendiri kurang adanya pendekatan pada kelompok Syiah sejak dini, sebelum peristiwa itu terjadi. “Warga disana itu baik-baik kok, kalau tidak dimaki-maki lebih dulu, rasanya tidak mungkin kalau mereka langsung anarkhis,” kata Kiai Muhyiddin. (Muhammad Subhan)